"Izinkan aku meminta sedikit saja senyummu. Sedikit saja," pintanya.
Nafasnya sedikit tersengal di antara butiran yang mulai jatuh perlahan.
Ya, lelaki yang menderita. Bukan hanya aku, tetapi dia pun sama.
Setelah senja itu, hadir senja-senja selanjutnya. Hingga tanpa aku sadari, tali kekang sudah menjerat leherku. Aku terkendali oleh candu. Ya, candunya.
----- Â
"Aku pergi," sebuah suara memecah keheningan di ruangan megah dengan barisan porselen yang mengkilap.
"Pergilah. Tetapi, setidaknya bawalah bekal yang sudah kusiapkan," jawab suara yang lain.
"Aku tetap menunggumu di rumah sampai kamu bosan berada di luar," lanjutnya.
"Tak usah kamu tunggu. Karena buatmu ada dan tidak adanya aku sama saja," sanggahnya.
"Pergilah. Waktumu begitu berharga untuk sesuatu yang kau anggap berharga dalam hidupmu. Tetapi bukan aku,"
Terdengar pintu tertutup dan beberapa detik kemudian suara anak kunci diputar mengikutinya.