Mohon tunggu...
LeeNaGie
LeeNaGie Mohon Tunggu... Penulis - Freelance Writer

Hobi menulis, membaca dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Just Friend (Trilogi Just, Seri-1)

3 Juni 2022   19:00 Diperbarui: 3 Juni 2022   19:03 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

BRANDON

Entah apa yang terbesit di pikiran ini ketika Lova, teman satu SMP, datang menemuiku di kelas pagi ini, sehingga aku langsung berlari ke toilet wanita untuk menolong si Kutilangdara. Tak habis pikir juga dengan kenekatan geng Chibie mengunci dan menyiramnya di dalam tempat kloset berada. Kini tubuhnya bergetar ketika aku membawa cewek aneh ini ke atas atap, agar bisa berjemur. Dia pasti kedinginan.

"Buka baju lo sekarang," pintaku membuat mata cokelat terangnya membulat.

Dia tidak berpikiran yang aneh-aneh 'kan? Apa kalian juga berpikir aku akan memanfaatkan kesempatan ini untuk melihat tubuhnya?

"Ngapain suruh buka baju?" Si Kutilangdara menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Lo bisa masuk angin pakai baju basah kayak gitu." Aku mendengkus keras. "Gue sama sekali nggak tertarik lihat lo. Rata semua dari atas sampai bawah."

"Kurang ajar lo! Itu mulut nggak pernah disekolahin ya?" protesnya berteriak kencang.

"Ah, terserah lo deh. Yang masuk angin juga bukan gue," desahku malas.

Aku mengerling sekilas ke arahnya. Bibirnya sudah pucat menandakan si Kutilangdara kedinginan sekarang. Tidak tega juga melihatnya seperti itu. Segera kubentangkan jaket menutupi wajah, agar tidak bisa melihatnya.

"Lo udah kedinginan masih tahan banting nggak mau buka baju. Lo bisa pake jaket gue dulu sampai baju lo kering," saranku kembali melunak.

Menghadapi cewek anak seperti ini, harus pelan-pelan. Itu yang kupelajari selama jalan dengan beberapa siswi yang memiliki sifat beragam.

"Tutup mata lo, jangan ngintip dan jangan ambil kesempatan!"

"Tenang. Gue nggak bakalan ngintip, rugi lihatin jalanan lurus nggak ada keloknya," ledekku sambil memutar bola mata malas.

Aku memalingkan kepala ke arah lain dengan mata terpejam, hingga si Kutilangdara selesai membuka seragam atasnya. Perlahan terasa dia mengambil jaket. Segera kuputar tubuh ke belakang dan beranjak menuju bangku yang ada di atas atap.

Tidak lama kemudian, si Kutilangdara sudah duduk di sampingku setelah membentangkan atasan seragam yang basah.

"Thanks ya udah tolongin gue," ucapnya setelah hening di antara kami.

"Hmmm ... Jangan salah paham. Gue nggak nolong lo cuma---"

"Gue tahu kok. Lo udah bilang kemarin. Nggak boleh ada yang intimidasi gue, kecuali lo di sekolah ini," sela si Kutilangdara mulai menunjukkan tingkat kecerdasan otaknya.

Aku hanya mengangguk sekali, setelah itu melihat langit cerah di tengah kota Metropolitan ini.

"Lo balik ke kelas aja gih," suruhnya.

"Males, habis ini mata pelajaran Matematika. Biar bolos sekalian," tanggapku.

Sepertinya ini pertama kali bagi kami berinteraksi tanpa perang urat. Si Kutilangdara tertawa pelan membuatku menoleh ke arahnya. Ternyata dia membuka ikat rambut, sehingga rambut hitam panjang tergerai indah hingga ke pinggang. Mungkin karena rambutnya juga basah, jadi dibiarkan seperti itu sebentar.

"Kenapa sih pada takut Matematika?" tanyanya masih mengurai senyum sehingga aku bisa melihat jelas lubang di pipinya.

"Rumit," jawabku jujur, "nggak suka hitung-hitungan dan malas mikir."

"Dasar cowok!" celetuknya membuatku mengerutkan kening.

Si Kutilangdara kembali tersenyum memperlihatkan gigi besar yang tersusun rapi. Well, kuakui senyumnya cukup manis.

"Bukan lo aja, adik gue juga gitu kok. Kalau ada PR Matematika suruh gue yang kerjakan," jelasnya tanpa diminta.

Aku hanya menanggapi dengan ber-oh-ria.

Sesaat kemudian kami sama-sama terdiam. Ketika aku melihat lagi kepadanya, si Kutilangdara kembali mengibaskan rambut yang masih basah.

"Pacar lo lumayan juga," cetusku mengatasi rasa canggung di antara kami.

Dia kembali tersenyum.

"Thanks," ucapnya lagi.

"Lo udah percaya 'kan kalau gue gabung di klub basket murni karena hobi?" sambungnya kemudian.

Meski sulit dipercaya, namun sepertinya si Kutilangdara memang tidak ada niat untuk mendekatiku.

"Permainan basket lo cukup ... bagus. Nice," pujiku sedikit mengalihkan pembicaraan. Aku tidak mau dia menganggapku narsis atau sejenisnya.

"Kenapa sih sampai berpikir gue gabung di klub buat deketin lo?" Ternyata dia masih mengajukan pertanyaan serupa, membuatku salah tingkah.

Bagaimana tidak? Di saat cewek-cewek cantik dan populer di sekolah berlomba mencari perhatianku, seorang cewek aneh dengan kecantikan di bawah rata-rata justru mengabaikanku. Harga diri sebagai cowok tampan merasa terluka, sehingga meronta-ronta sekarang.

Aku menarik napas singkat sebelum menjawab pertanyaannya. "Karena memang selalu begitu."

Kali ini keningnya yang berkerut dalam.

"Maksudnya, dari dulu cewek-cewek yang masuk ke klub basket, ujung-ujungnya deketin gue."

"Termasuk yang bergabung dalam tim cheerleaders?"

Aku menaikkan kedua alis sebagai respons dari pertanyaannya.

"Ternyata begitu ya? Lo kayaknya populer banget di sekolah. Sampai gue dirundung sama geng Chibie," lirihnya dengan nada lesu di ujung kalimat.

"Kenapa nggak dilawan aja kayak lo lawan gue?"

Si Kutilangdara menggelengkan kepala. "Lawan mereka lebih serem daripada lo. Sebagai siswi kalangan menengah ke bawah, gue lebih baik cari aman daripada jadi bulan-bulanan mereka."

Wah! Luar biasa, dia lebih takut dengan geng Chibie daripada aku?

"Kenapa sih kalian orang kaya selalu begini sama kami?"

"Kami?" tanyaku bingung.

"Ya orang-orang yang strata sosialnya jauh di bawah kalian," jawabnya dengan raut wajah penasaran.

"Gue juga nggak tahu." Aku menoleh kepadanya. "Lo pikir gue intimidasi karena tahu lo dari kalangan menengah?"

Dia mengangguk cepat. "Apalagi coba?"

Aku tertawa keras mendengar jawabannya. "Lo salah besar. Gue nggak pernah merundung orang karena status sosial. Gue cuma nggak suka aja ada cewek aneh yang deketin gue."

"Apa maksud lo dengan cewek aneh?" sergahnya membuatku terkejut.

Mood-nya gampang sekali berubah. Aku tidak salah menyebutnya cewek aneh, 'kan?

"Tuh, jawabannya barusan."

Wajahnya mengerut dengan bibir sedikit terbuka.

"Intinya lo itu aneh di mata gue, nggak perlu dijelasin lagi," tegasku membuat wajahnya kembali terlihat seperti kepiting rebus.

Si Kutilangdara menatapku lama dengan bibir berkerut-kerut. Napas keras sampai terdengar meski kami duduk berjarak. Emosinya tersulut lagi sekarang. Dasar aneh!

Selang dua menit kemudian, dia mengikat asal rambut ke atas. Setelahnya mengambil baju yang masih lembab, lalu berdiri. Si Kutilangdara melihatku lagi.

"Jaket lo gue pinjam dulu. Entar dibalikin kalau udah dicuci. Makasih udah tolongin, meski lo nggak berniat tolongin gue. Nanti gue balas kebaikan lo."

"Mau balik ke kelas sekarang?" tanggapku santai sambil menikmati raut wajahnya yang merah padam karena kesal.

"Panas di sini. Makin panas sama lo lama-lama." Dia mengipaskan tangan ke wajah.

Aku tertawa singkat sambil menyeringai. "Sorry, gue nggak bisa bikin lo cooling down. Bukan tipe gue pake banget."

Si Kutilangdara mendelik nyalang.

"Lo---" Dia mendesah keras pertanda geram mendengar perkataanku.

Dengan menghentakkan kaki, si Kutilangdara beranjak menuju pintu.

"Kalau lo diganggu lagi sama mereka, langsung call gue," teriakku disambut dengan cibiran.

Begitu dia menghilang di balik pintu, aku malah tertawa puas melihat raut wajah kesalnya. Lima detik kemudian, aku kembali terdiam. Kenapa jadi ikut-ikutan aneh seperti si Kutilangdara?

Bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun