Meski sulit dipercaya, namun sepertinya si Kutilangdara memang tidak ada niat untuk mendekatiku.
"Permainan basket lo cukup ... bagus. Nice," pujiku sedikit mengalihkan pembicaraan. Aku tidak mau dia menganggapku narsis atau sejenisnya.
"Kenapa sih sampai berpikir gue gabung di klub buat deketin lo?" Ternyata dia masih mengajukan pertanyaan serupa, membuatku salah tingkah.
Bagaimana tidak? Di saat cewek-cewek cantik dan populer di sekolah berlomba mencari perhatianku, seorang cewek aneh dengan kecantikan di bawah rata-rata justru mengabaikanku. Harga diri sebagai cowok tampan merasa terluka, sehingga meronta-ronta sekarang.
Aku menarik napas singkat sebelum menjawab pertanyaannya. "Karena memang selalu begitu."
Kali ini keningnya yang berkerut dalam.
"Maksudnya, dari dulu cewek-cewek yang masuk ke klub basket, ujung-ujungnya deketin gue."
"Termasuk yang bergabung dalam tim cheerleaders?"
Aku menaikkan kedua alis sebagai respons dari pertanyaannya.
"Ternyata begitu ya? Lo kayaknya populer banget di sekolah. Sampai gue dirundung sama geng Chibie," lirihnya dengan nada lesu di ujung kalimat.
"Kenapa nggak dilawan aja kayak lo lawan gue?"