Wajahnya mengerut dengan bibir sedikit terbuka.
"Intinya lo itu aneh di mata gue, nggak perlu dijelasin lagi," tegasku membuat wajahnya kembali terlihat seperti kepiting rebus.
Si Kutilangdara menatapku lama dengan bibir berkerut-kerut. Napas keras sampai terdengar meski kami duduk berjarak. Emosinya tersulut lagi sekarang. Dasar aneh!
Selang dua menit kemudian, dia mengikat asal rambut ke atas. Setelahnya mengambil baju yang masih lembab, lalu berdiri. Si Kutilangdara melihatku lagi.
"Jaket lo gue pinjam dulu. Entar dibalikin kalau udah dicuci. Makasih udah tolongin, meski lo nggak berniat tolongin gue. Nanti gue balas kebaikan lo."
"Mau balik ke kelas sekarang?" tanggapku santai sambil menikmati raut wajahnya yang merah padam karena kesal.
"Panas di sini. Makin panas sama lo lama-lama." Dia mengipaskan tangan ke wajah.
Aku tertawa singkat sambil menyeringai. "Sorry, gue nggak bisa bikin lo cooling down. Bukan tipe gue pake banget."
Si Kutilangdara mendelik nyalang.
"Lo---" Dia mendesah keras pertanda geram mendengar perkataanku.
Dengan menghentakkan kaki, si Kutilangdara beranjak menuju pintu.