Nafas yang tersengal-sengal terdengar cepat dan tidak beraturan, genggaman tangan lelaki itu semakin melemah, "Asma ku kambuh..."
"No! Kamu harus kuat."
"Enggak bisa, Lilian."
Lilian berusaha mengumpulkan energinya lekat-lekat, "Kamu tahu namaku?"
"Aku Ahmad."
"Ahmad!" Lilian tambah emosi, ia tarik Ahmad sekuat tenaganya, namun sepertinya ada sesuatu yang mengganjal, entah batu atau apa, Ahmad begitu sulit untuk keluar, dia terjebak. Yang jelas kalau Ahmad mati sekarang, Lilian akan menyesal dan berhenti makan, karena percuma makan banyak kalau tenaga saja tidak ada untuk menggapai Ahmad, lelaki yang tiga tahun belakangan ini ia kagumi.
"Lilian, aku gak kuat."
"Aku percaya kamu kuat." Dia berkonsentrasi, meski oksigen di sekitarnya mulai menipis untuk dihirup bagi dua orang yang sedang tersesat dalam lubang gelap. Sementara guncangan saja tetap ada dan tidak berkurang sedikitpun.
"Ahhhh!" Ia mencoba lagi usaha kerasnya, dan tidak sia-sia, pundah Ahmad mulai terlihat. "Ayo, Ahmad! Kamu bisa."
"Eng..g..gak, Lil..."
Air matanya jatuh, Ahmad tidak boleh mati sekarang, karena Ahmad belum tahu bahwa ia begitu mencintainya.