Aku mengelus rambutnya. Kususun tumpukan bantal sedikit lebih tinggi agar Ayah merasa nyaman.
"Siapa yang repot? Aku 'kan' udah janji mau rawat Ayah," ujarku ringan.
Ayah menghela napas. Terselip ketakutan di sudut hatiku mendengar betapa lemahnya desah napas Ayahku. Perlukah tabung oksigen dikeluarkan?
"Jeany ..." panggil Ayah lirih.
"Ya, Ayah?"
"Menurutmu, cinta itu seperti apa?"
Aku terkejut, tak menyangka Ayah melemparkan pertanyaan semacam itu.
"Cinta bagai Toefl. Toefl memerlukan self study yang intens untuk mencapai skor tinggi. Begitu juga cinta. Ia memerlukan kedekatan yang intens bagi para pelakunya sebelum meraih goals yang mereka inginkan."
Sejurus kemudian, kuraih tangan Ayah dan menggenggamnya. Kpelaku kurebahkan ke dadanya. Kami tertidur dalam posisi itu hingga fajar tiba.
Paginya, aku terbangun dengan tubuh segar walau hanya tidur sedikit. Kuperhatikan wajah Ayah tak sepucat tadi malam. Lihatlah, tangan hangatnya tengah membelai rambut coklat panjangku.
"Morning, Dear," sapanya hangat seraya mengecup keningku.