Ujung kalimatnya terputus. Mendengar Calvin terbatuk dan merasakan tubuh yang memeluknya bergerak, radar kewaspadaan Tiwi meningkat.
"Are you ok?" tanyanya, tak bisa lagi berpura-pura cuek.
"I'm good. Hanya sedikit batuk. Mungkin kelelahan."
Jauh di dalam hati, Tiwi tahu apa yang dirasakan pendamping hidupnya lebih dari itu. Bukan Calvin namanya jika tak pandai menutup rapat kondisi kesehatannya.
Calvin membantu Tiwi berbenah tanpa diminta. Rumah mewah berlantai marmer itu tetap dirapikan walau tak ada yang bertamu. Tidak hentinya Tiwi bersyukur memiliki Calvin. Suaminya sungguh pria idaman. Pria yang telaten mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengasuh anak, dan selalu ada dalam berbagai kesempatan.
"Ayah, Bunda..."
Silvi turun dari kamarnya. Ia tampil cantik, bersih, dan wangi dalam balutan maxi dress putih. Tiwi menunduk, mengecup pipi putrinya.
"Silvi mau Lebaran sama Ayah. Sama Bunda juga."
Tiwi tersenyum penuh arti. Sejurus kemudian, Calvin duduk di sofa. Sementara perempuan yang telah ia nikahi selama beberapa tahun itu berlutut di depannya.
"Maafkan aku..maafkan semua kesalahanku," lirih Tiwi.
Getar merayapi hati Calvin. Lekat ditatapnya mata Tiwi. Mata yang menyuarakan cinta tanpa kata.