"Silvi nggak mau ditinggal-tinggal Ayah lagi. Silvi nggak mau. Nggak mauuuu."
Gadis bergaun tidur hijau toska itu menangis. Ia memukul-mukul dada Calvin, melampiaskan rindu yang menyesaki rongga hati.
"Tidak, Sayangku. Ayah akan tetap di sini."
Pukulan di dada berakhir lewat pelukan. Calvin dan Silvi berpelukan sampai jiwa mereka terbenam dalam lelap. Semua itu disaksikan Tiwi dengan mata berair.
Cepat-cepat Tiwi menyeka mata. Menjauhkan tubuh dari depan kaca partisi one way tempatnya memperhatikan. Di luar sana, mungkin tak lazim seorang ayah angkat tidur bersama gadisnya. Namun, semuanya terasa wajar bila Calvin dan Silvi yang melakukan.
** Â Â
Paginya, Calvin terbangun dengan tubuh serasa remuk. Rasa dingin menjalari, dari punggung hingga kaki. Pelan dan hati-hati, dilepasnya pelukan Silvi.
Sedikit limbung langkahnya menuruni anak tangga pualam. Dia temukan Tiwi berdiri anggun membelakangi pintu. Jemari lentik wanita itu sibuk menata dua tampah kue, sepiring opor ayam lengkap dengan ketupatnya, seporsi nasi hainam, dan steak dengan mushroom serta mustard sebagai dressing. Kombinasi menu yang unik, sebab menu khas hari raya berdampingan dengan makanan Barat dan Oriental.
"Pagi, sweetheart," sapa Calvin seraya memeluk istrinya dari belakang.
Tiwi hanya menyahut singkat. Tak keberatan lipatan dress bagian belakangnya kusut gegara pelukan spontan. Wangi Blue Seduction Antonio Banderas membelai hidungnya. Wangi yang sama, wangi khas dari tubuh pria setinggi 175 di belakangnya.
"Wow, kamu menyiapkan ini untukku dan Silvi. Terima kasih...uhuk."