Cukup sudah untuk hari ini. Ayah Calvin dibuat terkejut dengan fakta bahwa putrinya berkebutuhan khusus. Mana mungkin Ayah Calvin diam saja membiarkan putrinya tanpa penanganan spesial? Ia sendiri yang akan turun tangan.
"Ayah..."
Tenggelam dalam pikirannya, Ayah Calvin nyaris melupakan Silvi. Gadis tujuh tahun itu telah mengenyakkan diri di sebelahnya. Seragam sekolah berganti dengan gaun rumah berbordir bunga-bunga krisan.
"Kamu lapar, Sayangku? Ayah masakkan sesuatu untukmu ya," tawar Ayah Calvin lembut.
Iris kebiruan Silvi berkilat tak percaya. Memangnya Ayah Calvin bisa memasak? Pastilah orang sekaya dan sesibuk Ayah Calvin belum pernah berkotor-kotor di dapur.
Namun, Silvi salah duga. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri aksi sang ayah di dapur. Ayah Calvin telah memenuhi isi kulkas dengan bahan-bahan makanan. Untuk makan siang, dia membuat salmon steak dan puding coklat.
Silvi terkesima. Ayahnya, dengan apron putih dan talenan di tangan, nampak dua kali lebih tampan. Menyesal juga tadi ia sempat meremehkan Ayah.
Steak dimasak dengan kematangan well done. Puding coklat menguarkan wangi manis. Keduanya duduk di meja makan. Makan siang mengeratkan ayah dan anak itu. Masakan Ayah Calvin tak kalah lezat dibandingkan masakan Bunda Manda dan Opa Hilarius.
Silvi kesulitan memotong steaknya. Jari-jari lentik Ayahnya sigap memotongkan. Tak hanya memotongkan, ia pun menyuapi Silvi. Rasa hangat menyembul ke hati Silvi. Begini rasanya disuapi seorang ayah.
"Cukup sudah kebersamaannya. Sekarang, biar aku yang mengurus Silvi."
Sebuah suara sopran memutus momen manis itu. Gerakan tangan Ayah Calvin terhenti. Dilihatnya Bunda Manda berdiri tegak di mulut pintu. Ia tak sendiri. Dua pria bertubuh bak model siaga di kanan-kirinya.