"Calvin, maafkan aku..."
Belum hilang rasa penasaran Silvi, tubuhnya didekap lembut oleh Opa Hilarius. Pria yang sempat menggeluti bisnis waralaba restoran Jepang itu menggamit lengan Silvi ke halaman. Tanpa kata mengantarnya ke TPA di dekat rumah.
Spontan Silvi menepuk dahi. Oh iya, hari ini kan jadwalnya belajar Alquran. Kenapa dia bisa lupa? Lho, terus Alqurannya mana?
"Ini Alquranmu, Sayang." Opa Hilarius lembut menyodorkan kitab suci dengan cover hijau muda itu.
Silvi mendekap Alqurannya kuat. Menatap Opa Hilarius penuh terima kasih. Opa Hilarius tak pernah terlambat mengantarkannya ke TPA. Meski mendampingi cucunya mengaji, Opa Hilarius pun tidak pernah absen ke gereja dan mengajar anak-anak Sekolah Minggu.
Mereka berpisah setiba di depan TPA. Silvi memeluk Opanya sekilas, lalu berlari masuk. Baru dua langkah menyeberangi halaman TPA saat ia diam-diam menoleh ke belakang. Dapat dia lihat Opa Hilarius terduduk di bangku semen seraya memegang dadanya. Opa kenapa ya? Batin Silvi.
Dari gerak bibirnya, Silvi tahu jika Opa Hilarius tengah mengatakan sesuatu. Mata Silvi menajam. Hillary? Ah, voila. Itu nama mendiang Omanya. Tadi Bunda Manda menyebut nama Calvin, sekarang Opa Hilarius menyebut Oma Hillary. Orang dewasa memang aneh.
** Â Â
Tibalah hari yang paling ditunggu. Hari ulang tahun Silvi. Opa Hilarius memenuhi janjinya. Pesta ulang tahun berlangsung meriah.
Umur Silvi boleh saja masih kecil. Tetapi ia paham kalau pesta ulang tahun ini berhasil diadakan setelah Opa dan Bundanya mendapatkan uang tambahan dari bisnis katering. Mereka tak sekaya dulu. Restoran milik Opa Hilarius habis dibabat krisis virus Corona. Kini, setelah virus itu berlalu, Opa Hilarius belum bisa mengembalikan kejayaan bisnis kulinernya.
Di tengah segala keterbatasan, Silvi tetap riang. Disambutnya teman-teman yang datang dengan senyuman tulus. Untuk ulang tahunnya kali ini, Silvi mengenakan dress cantik berwarna putih. Rambutnya diikat membentuk ponytail. Cantik sekali.