Setelah mengucap selamat malam, Adica pergi ke paviliun. Calvin mengantar Silvi ke kamarnya. Diselimutinya gadis itu dan ia kecup dahinya.
"Selamat tidur, Sayang. Ayah mencintaimu."
Lama Calvin di sana setelah Silvi terlelap. Dipandanginya seraut wajah cantik itu lekat-lekat. Berapa pun usianya, Silvi tetaplah putri kecil Calvin. Putri kesayangan yang ia jaga sepenuh jiwa raga. Raga yang menunggu waktu.
Tes.
Bercak merah menjatuhi telapak tangannya. Cairan merah itu berasal dari hidungnya. Calvin mimisan lagi. Ia senang karena Adica dan Silvi tak melihatnya.
** Â Â
Esoknya, mereka jalan bertiga. Adica memutuskan ikut ke resto mewah di skybar bersama Calvin dan Silvi. Meski ia harus bayar sendiri, yang penting ia bisa melewatkan waktu yang berkualitas bersama kakak kembar dan anaknya.
Entah berapa purnama berganti sejak terakhir kali Calvin, Silvi, dan Adica jalan bertiga. Mereka dibenturkan pada banyak kendala tiap kali ada rencana jalan-jalan. Adica tenggelam dalam kewajiban sebagai direktur selama tujuh hari seminggu dan dua puluh empat jam sehari.
Silvi sibuk sekolah dan kegiatan OSIS. Kondisi kesehatan Calvin tak memungkinkannya untuk terlalu banyak beraktivitas di luar rumah. Jalan-jalan bertiga menjadi momen langka bagi mereka.
Sebelum makan, Silvi mengajak Ayah dan Papanya nonton. Ada film bagus yang sedang diputar. Calvin dan Adica sangat menikmati saat-saat ini.
"Calvin, rasanya kita jadi anak sekolah lagi ya." Adica tak tahan untuk tidak mengungkapkan kesenangannya.