Lembut, lembut sekali suara Calvin saat menjelaskan. Lebih banyak kristal bening mengalir keluar dari mata Silvi.
"Ayah jangan bilang gitu. Tiap orang berhak bahagia, sehat atau sakit. Ayah nikah aja kalau memang mau..." sanggah Silvi halus.
Calvin mengeratkan pelukannya. Dikecupnya kening Silvi.
"Hidup Ayah untukmu, Sayangku. Gimana Frater Gabriel? Sudah dibalas e-mailnya?"
Silvi menggeleng lemah. Tangan kanan Calvin mendarat di ubun-ubun Silvi, kemudian membelainya.
"Cinta datang dan pergi sesuai waktunya, Sayang. Kamu sabar aja..." hiburnya.
"Cinta boleh datang dan pergi. Tapi Ayah nggak boleh pergi dari hidup Silvi." potong gadis cerdas itu.
"Ayah nggak akan pergi. Ayah selalu di sini, di hatimu."
** Â Â
Dengarkan curhatku
Tentang dirinya