"Ayah...Astaghfirullah al-azhim,, Ayah kenapa?"
Silvi menerobos masuk, rambutnya terburai-burai. Kedua matanya membesar ketakutan.
Terlambat. Sisa kekacauan yang menodai wastafel belum sempat dibereskan. Calvin menatap sedih wajah Silvi yang terpantul dari cermin yang terpasang di atas wastafel.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Silvi..." Calvin berusaha tersenyum.
"Gimana aku nggak khawatir? Ayah batuk darah!"
Calvin menutup matanya sejenak. Rasa sakit ini sulit tertahankan. Ia harus kuat demi Silvi.
"Ayah, tolong jujur sama aku. Ayah kenapa?" Silvi bertanya, perih.
Berat ia bernapas. Hatinya dikepung rasa bersalah. Percuma menutupi keadaan dari Silvi. Semoga Adica memaafkannya.
"Kanker paru-paru..." lirih Calvin.
Ctar!
Petir meraung. Silvi bernapas cepat dan tak teratur. Matanya berhujan.