Ide cemerlang Rossie segera dieksekusi. Para tetangga mulai mencarikan calon pendamping hidup untuk Revan. Mendadak mereka sibuk menghubungi teman-teman wanita yang masih single.
Opsi pertama datang dari Jose. Dia ingin memperkenalkan Revan pada Nindy, editor bukunya. Nindy seorang wanita cerdas berdarah campuran Indonesia-Belanda. Tanpa membuang waktu, Jose mengatur perkenalan Revan dan Nindy di acara peluncuran bukunya yang terbaru.
"Nindya Van Willhelm." Wanita berambut sebahu itu mengulurkan tangan.
Revan menerimanya dengan ragu. Ia bergidik saat Nindya menjabat tangannya kuat sekali. Seolah wanita itu hendak meremuk jarinya.
Ketegasan Nindy membantai naskah terbawa dalam keseharian. Sebulan berhubungan dengan Nindy, Revan tak tahan. Nindy mengkritik jas yang dipakainya, caranya mengajar mahasiswa, kebiasaannya meminta sarapan di rumah tetangga, dan gaya rambutnya. Parahnya, ternyata Nindy tidak bisa memasak. Revan kesulitan mendapat kemistri dengannya.
Opsi kedua dipilihkan Calvin. Dia memperkenalkan sepupu cantiknya. Calvin mengatur agar perkenalan terjadi seakan kebetulan semata. Revan dan sepupu Calvin bertemu di toko buku.
"Paulina," kata gadis itu, tersenyum manis.
"Revan. Thanks ya, kamu udah ambilin buku-bukuku yang jatuh."
Perkenalan berjalan lancar. Revan dan Paulina sama-sama mendapat kesan baik.
Tapi...
Apakah semuanya mulus? Nyatanya tidak. Paulina memang cantik dan ramah, tetapi dia sangat sibuk. Pekerjaannya sebagai peneliti utama di lembaga penelitian dan pengembangan membuat waktunya tersita. Jangankan memasak untuk Revan, sekedar menjalin komunikasi dengannya pun tak sempat. Paulina seakan bekerja 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Gugurlah pilihan kedua.