"Kenapa...?" tanya Jose tak terima.
"Yah...bisa saja kursi rodamu ada benda najisnya kan? Lagi pula, kurang kerjaan banget bolehin non-Muslim masuk masjid."
Sambil berkata begitu, beberapa jamaah dan pengurus masjid menatap sangsi ke arah mata Jose. Betapa kuat pengaruh stereotip di pikiran manusia. Stereotip menggerakkan orang untuk bersikap diskriminatif. Kerasnya pengaruh stereotip membuat golongan orang spesial dan minoritas terhalang untuk mengakses kesempatan. Bahkan kesempatan untuk masuk rumah ibadah.
Dengan sedih, Jose menggerakkan kursi rodanya. Satu lagi bentuk diskriminasi ia rasakan. Ironisnya, diskriminasi dilakukan oleh saudara-saudara seimannya sendiri. Hanya karena kursi roda, hanya karena matanya yang sipit.
Soal nyinyiran mata sipit masuk masjid pun pernah dialami Calvin. Jose ingat Calvin menceritakan pengalamannya. Tapi itu masih belum apa-apa bila dibandingkan dengan kursi roda. Andai Alea ada di sini...
"Abaikan mereka, abaikan mereka."
Terdengar suara lembut berirama seperti bernyanyi. Refleks Jose berpaling. Alea, wanita bergaun peach itu, berdiri di sisinya!
"Alea..."
Pelan-pelan Jose bangkit dari kursi roda. Meski tak bisa berjalan, ia masih bisa berdiri. Dua tubuh tinggi itu merapat dalam rengkuhan hangat.
"Sungguh disesalkan...orang dilarang masuk tempat ibadah hanya karena berkursi roda dan bermata sipit." Alea berujar sedih.
Jose terdiam. Ia tak membalas ketika Alea menciumnya.