Banyak driver dibuat kebingungan dengan ulahku. Mereka merasa ganjil karena aku memesankan makanan untuk orang lain dengan almat flat yang sulit dijangkau. Seorang driver usil menyangka aku akan pisah ranjang dengan Sivia.
Perpisahan, itulah ketakutan terbesarku. Aku bisa menghadapi apa pun kecuali perpisahan. Kehilangan orang-orang tercinta adalah derita terberat. Kuharap aku tidak perlu mengalaminya.
"Kenapa sih Daddy perhatian banget sama Mommy Sivia? Mommy kan jahat." Ceplos Arini sore itu.
"Sssttt...nggak boleh bilang begitu, Sayang." Alea menyikut putrinya. Arini menggembungkan kedua pipinya.
"Mommy Sivia nggak jahat, Sayangku. Daddy sama Mommy lagi tinggal berjauhan aja. Apartemen Mommy kan lebih dekat ke butik."
Arini mengangguk paham. Jose dan Alea mengangguk paham.
Kutaburkan pandang ke sekeliling halaman belakang. Tak habis pikir aku dengan Jose dan Alea. Sejak makan malam tempo hari, mereka memaksaku menginap selama beberapa waktu. Padahal pekerjaanku lumayan banyak. Katanya, mereka mencemaskanku. Bahkan Jose yang dingin dan tertutup itu, jadi kelihatan makin sayang padaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H