Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Malaikat, Lily, Cattleya] Balada Manusia Bandara

25 September 2019   06:00 Diperbarui: 25 September 2019   06:14 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa ini hanya kusimpan dalam tabung hati. Kuputuskan untuk menjadi secret admirer. Hahaha, pengecut ya? Yah, aku tidak punya pilihan lain.

Aku stalking sosmed Alea tiap malam. Kuikuti semua pemberitaan tentang prestasinya sebagai model. Kutuliskan puisi berjudul A Tribute To Alea. Tiap pagi, kubuatkan secangkir kopi dan roti panggang berselai coklat favoritnya. Dua benda itu kuletakkan di lokernya. Aku memberikannya secara anonim. Rahasia ini tersimpan hingga hari pernikahan kami.

Doa-doaku mendobrak pintu langit. Tuhan tak meletakkan cinta untuk Alea di hati Calvin. Saat itulah hadir kesempatan untukku. Tanganku terulur tanpa kenal lelah untuk menghapus air mata Alea. Akulah yang mendekapnya sepanjang resepsi pernikahan Calvin dan Sivia.

Waktu menaklukkan batu karang cinta tak terbalas. Kunikahi Alea dengan penuh cinta. Akhirnya, Alea jatuh ke pelukanku.

Selama beberapa tahun, hidupku terasa sempurna. Karierku di perusahaan memasuki titik sukses. Mimpiku traveling ke berbagai belahan dunia terwujud. Kudapatkan wanita yang kucintai. Seedikit ketakutan mengusikku saat Alea hamil. Aku takut anak kami kelak mewarisi penyakitku. Thanks God, ketakutanku tak terbukti. Arini lahir dengan sehat.

Tapi...

Benarkah hidupku sesempurna itu? Setahun lalu, aku membuat pesta mewah untuk merayakan ulang tahun Arini. Tak sengaja Arini memecahkan gelas di pesta ulang tahunnya. Pecahan gelas terinjak oleh kedua kakiku. Darah membanjiri lantai. Para tamu panik. Calvin dan Alea melarikanku ke rumah sakit. Arini menangis tak henti-hentinya di samping tempat tidurku.

"Jangan menangis, Sayang. Arini nggak salah...kan Arini nggak sengaja." kataku lirih di sela hela napasku.

Arini terisak-isak. "Arini yang salah! Arini yang salah! Ayah boleh kok ambil kaki Arini!"

Aku trenyuh. Good job, Jose. Membuat anak satu-satunya menangis. Hatiku terus menyalahkan.

Luka di kakiku terlanjur parah. Kedua alat gerakku tak dapat diselamatkan. Amputasi menjadi pilihan terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun