Manik mataku menangkap gerakan Calvin yang tengah memunguti dua benda yang dijatuhkan Jose: majalah fashion edisi terbaru dan kotak bekal berisi sandwich. Daging, sayuran, dan saus terhambur berantakan di tepi jalan.
Calvin menyerahkan majalah padaku. Melihat halaman-halamannya, aku terperangah.
"Jose memperhatikanmu, Alea. Dia ingin menunjukkan kalau kamu terpilih sebagai finalis gadis sampul."
"I see. Oh, aku merasa bersalah. Pasti Jose sedih sekali. Apa yang harus kulakukan?"
"Beri dia kesempatan."
Memberi Jose kesempatan? Hatiku meraung tak rela. Namun, bila sang malaikat telah menyarankan, aku bisa apa?
** Â
Klakson menjerit panjang. Rupanya, sejak tadi aku melamun. Buru-buru aku melajukan mobilku. Tak ingin menyulut kemarahan pengemudi lainnya.
Sedan putihku meluncur menembus sore berhujan. Wiper bergerak pelan, menyapu tetes hujan yang menghalangi pandanganku. Aku menyetir sambil mengenang Calvin dan Jose. Merekalah dua pria berharga dalam hidupku selain Daddy.
Benar aku tak mencintai Jose. Namun, bukan berarti aku tidak menganggapnya berharga. Dia sangat berharga dalam hidupku. Jose mencintaiku seperti dia mencintai dirinya sendiri.
Biar bagaimana pun, Jose ayah dari putriku. Aku pernah mengandung darah daging kami. Dan berkat kasih sayang Jose, putri kami tumbuh menjadi gadis kecil yang menginspirasi. Dia telah menulis dua belas novel. Sembilan di antaranya terbit di major publisher, tiga lainnya terbit secara indie. Anak tunggal kami sering diundang ke berbagai talk show dan dinobatkan menjadi sosok putri cilik inspiratif.