"Sivia hanya bercanda, Alea. Dia mendorongku dan..."
"Sivia melampiaskan dorongan self harmnya padamu, Calvin Wan!"
Ya, benar. Alea benar. Aku mendukung penuh pernyataannya.
"Calvin, ini tak bisa dibiarkan. Istrimu sakit jiwa."
Refleks Calvin menepis kain kompresan di tangan Alea. Dia bangkit duduk, menatap nanar seraut wajah cantik di hadapannya.
"Jangan...pernah...menyebut...istriku...seperti itu, Alea. Istriku istimewa." kata Calvin, jelas dan tegas.
Alea menghempas napas pasrah. Kedua matanya berkaca-kaca. Kutebak Alea menangis karena dua alasan: cemburu dan sedih. Mungkin saja Alea memendam cinta pada suami orang. Sedihnya Alea sama dengan kesedihanku.
"Izinkan aku mengusap luka-lukamu, Calvin." isaknya.
"Kamu sudah punya Jose dan Arini, Alea. Mereka lebih penting."
"Aku yakin Jose bisa menjaga Arini. Kamu tidak kalah penting."
"Jangan pikirkan aku."