Awalnya, aku kecewa. Ternyata malaikatku sudah beristri. No problem, aku lebih dekat dibanding istrinya. Calvin membawaku kemana-mana kecuali ke kamar mandi. Ia golongan pria bersih. Tak pernah mengotoriku dengan membawanya ke toilet.
Bila Calvin hanya satu-dua jam bersama Sivia, ia menemaniku selama 24 jam. Aku selalu tersimpan di saku jasnya kemana pun dia pergi. Ke kantor, aku diajak. Ke resto untuk dinner bersama kawan atau meeting, aku selalu ikut. Ke Singapore, Tiongkok, Vietnam, Ujung Genting, dan negara-negara lainnya untuk perjalanan bisnis, aku tak pernah lupa dibawa. Diriku pernah melihat The Great Wall, Menara Eiffel, Menara Pisa, Changi Airport, Hanoi, dan Coloseum Verona, semua itu berkat kebaikan hati Calvin.
Calvin mempercayaiku lebih dari ia mempercayai Sivia. Banyak file penting dititipkannya padaku. Mulai dari draf artikel, dokumen perusahaan, revisian proposal bisnis, foto-foto pernikahannya dengan Sivia, sampai deretan foto masa kecil. Ah, bangganya aku bisa dipercaya. Aku janji akan menjaga semua file titipan Calvin sebaik mungkin. Akan kubentengi diriku dari serbuan virus. Kalau sampai virus merampok titipan Calvin, berantakanlah hatiku.
Bila Calvin terlalu sibuk, aku hanya duduk manis di saku jasnya. Lain halnya kalau dia sedang santai, misalnya saat weekend. Tubuhku yang bohai akan digenggamnya seharian.
Sabtu ini di luar kebiasaan. Aku dibiarkan tergeletak di meja samping tempat tidur. Gelisah, kulirik ke luar jendela. Langit dibasuh hujan. Gumpalan awan Nimbus berarak menakutkan. Hmmm, hujan. Pantas saja hawanya dingin begini.
Plak! Buk! Buk! Buk!
Bunyi apa itu? Aku menoleh ke pintu. Pemandangan di sana membuatku shock.
Sivia kembali mengamuk. Dorongan untuk self harm mendesak-desak dirinya. Calvin berusaha keras melarang. Sebagai ganti, dia membiarkan Sivia memukuli dirinya. Lihatlah, Sivia begitu brutal melukai Calvin.
Tangisku pecah. Aku sedih, sedih sesedih-sedihnya. Wanita secantik Sivia teganya mencakar tangan, menggigit lengan, dan menampar pipi Calvin berkali-kali. Seperti inikah Princess yang sesungguhnya?
"Stop! Stop! Berhenti menyakiti Calvinku!" jeritku histeris.
Sivia mengabaikanku. Dia terus saja melukai Calvin sampai puas. Samar kudengar rintih kesakitan tertahan. Calvin pastilah sangat kesakitan. Tapi dia ikhlas, teramat ikhlas disakiti berulang kali.