Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Malaikat, Lily, Cattleya] Cangkir Berdarah

19 September 2019   06:00 Diperbarui: 19 September 2019   06:08 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cangkir Teh Berdarah

Aku berjumpa dengannya tiap sepertiga malam. Sebelum berdoa sesaat, Calvin mengawali harinya dengan meneguk teh dari tubuhku. Perkenalanku dengan sosok rupawan ini dimulai lima tahun lalu. Tubuhku yang ramping terbuat dari porselen dihadiahkan Alea pada Calvin di tanggal 9 Desember. Alea menjadikanku kado ulang tahun untuk Calvin.


Jujur kuakui, lebih menyenangkan tinggal di sini dari pada di toko perabot. Majikan lamaku cerewet dan kasar. Seorang baba-baba berwajah sangar yang hobinya menyedot cerutu saja. Suaranya menggelegar seperti pengkhotbah di puncak Bukit Golgota. Kalau tokonya sepi, ia akan marah-marah seharian.

Berbanding terbalik dengan pemakaiku yang sekarang. Calvin luar biasa lembut. Sebelum menuangkan bubuk teh ke mulutku, dia selalu membersihkanku dengan hati-hati. Aku diperlakukan layaknya seorang ratu. Aku senang bisa menjadi cangkir kesayangannya.

Dibandingkan kopi, Calvin lebih suka teh. Bermacam-macam teh digemarinya. Mulai dari teh hijau, teh jahe, teh kunyit, teh pepermint, teh chamommile, teh hibiscus, teh oolon, Earl Grey, teh hitam, teh putih, Kombucha, teh susu, Thai tea, sampai teh Tarik. Teh hitamlah yang paling jarang diminumnya, sebab teh ini mengandung kafein tertinggi.

Bukan hanya penggemar teh, Calvin pun peracik teh yang handal. Dia tak ragu membagikan resep teh pada orang-orang yang memerlukannya. Tiap hari, ada saja pertanyaan yang masuk ke e-mail pria Tionghoa itu tentang resep makanan dan minuman, tak terkecuali teh.

Suatu kali, Calvin mendapati Minah tak bisa bangkit dari tempat tidurnya. Ternyata Minah sakit perut. Saluran pencernaannya terganggu. Tanpa membuang waktu lagi, Calvin membuatkan teh pepermint untuk ARTnya.

"Teh pepermint bagus buat pencernaan," katanya lembut.

Manjur juga khasiatnya. Esoknya, Minah bisa bekerja kembali seperti biasa.

Seorang rekan bisnis mengeluhkan darah tingginya yang sering kumat pada Calvin. Coba tebak apa yang dilakukan pria itu? Ia beranjak ke dapur, mengutak-atik lemari makanan, lalu meracik teh Hibiscus.

"Kenapa saya malah dikasih teh?" tanya si rekan bisnis keheranan.

"Minum tiga cangkir teh Hibiscus secara rutin bisa menurunkan tekanan darah biar kembali normal." jelas Calvin meyakinkan.

Saat kumpul keluarga di Hari Paskah, seorang tetua pernah curhat pada Calvin tentang kadar kolesterolnya yang naik-turun. Langsung saja Calvin menyuguhinya teh oolon. Ketika ditanya, Calvin menjelaskan khasiat antioksidan dan penurun kolesterol jahat pada teh satu itu.

Pada satu sore bergerimis, Sivia pulang ke rumah sambil terisak. Ia yang jarang memeluk Calvin, rebah di pelukan suaminya kala itu. Patah-patah wanita Manado Borgo itu menceritakan temannya yang divonis kanker. Calvin mengelus-elus kepala Sivia. Pelan berkata,

"Besok aku bawain teh putih buat teman kamu."

"Why should white tea?"

"Teh putih minuman anti kanker, Princess."

Beruntungnya aku bisa mengenal Calvin. Sesosok pria sukses pecinta teh yang berwawasan luas.

Biar bagaimana pun, Calvin tetaplah tak sempurna. Dia pernah membuatku cemburu. Kejadiannya di pagi bulan Desember yang dingin. Dua hari sebelum ulang tahunnya, Calvin kesulitan saat akan berangkat ke kantor. Dua Toyota Alphardnya dipinjam kerabat. H-Rvnya masuk bengkel. Rubiconnya dipinjam Alea untuk mengantar Jose terapi syaraf. Entah langit sedang bermain-main dengannya, Calvin pun gagal ketika berulang kali memesan taksi daring.

Ok fine, tak ada jalan lain. Mana pagi itu ada meeting penting. Calvin berlari ke luar kompleks. Ia menyetop bis. Itulah pengalaman pertamanya naik kendaraan umum ke kantor. Begitu terburu-burunya Calvin sampai ia tak sadar telah memasukkanku ke dalam tasnya. Kini tubuhku berdesakan dengan laptop, tab, dan dokumen bahan presentasi.

Aduh, sempit sekali di dalam sini. Tas Calvin kurang besar kayaknya. Aku susah bernapas. Laptop, tab, dan dokumen-dokumen menertawakanku.

"Belum terbiasa desak-desakan kayak gini ya?" ejek laptop.

"Ya nggaklah! Biasanya kan aku duduk cantik di rak!" seruku jengkel.

"Yah, itung-itung lingkungan baru. Toh kamu senang kan, dibawa sama pemakaimu tersayang?"

Iya juga sih. Ini kali pertama Calvin membawaku bepergian. Lumayan juga, sekalian jalan-jalan.

Bis melaju lambat. Beberapa ratus meter sekali berhenti untuk menaik-turunkan penumpang. Alih-alih bosan, Calvin malah senang menaiki moda transportasi satu ini. Seumur hidup ia belum pernah naik bis. Kuperhatikan Calvin sangat menikmatinya.

Aku tertawa geli. Hahaha, aku baru sadar. Calvin penumpang bis paling necis. Sepatunya Balmain, jasnya Christian Dior, jam tangannya Guess, dan kacamatanya Oakley. Bandingkan dengan penumpang lainnya. Tak ada yang memakai jas. Para prianya memakai kemeja dan dasi. Sepatu mereka? Yah paling-paling harganya tak lebih dari dua ratus ribu. Kacamata? Tanpa merk. Jelas kebantinglah kalau disandingkan dengan Calvin.

Satu jam berselang, Calvin tiba di kantor. Mulailah hari yang panjang. Meeting sampai habis makan siang. Mempelajari dokumen-dokumen dan menandatanganinya. Merevisi proposal kerjasama dengan perusahaan tetangga. Pertemuan internal dengan dewan direksi. Ah, pokoknya melelahkan.

Kesibukan Calvin baru berakhir menjelang senja. Kupikir ia akan naik taksi atau menelepon supirnya. Olala, ternyata Calvin ingin naik bis lagi! Dasar orang kaya.

Sebelum naik bis, Calvin mampir sebentar ke sebuah cafe. Hatiku berdenyut sakit. Dia membeli vanilla latte dalam cup kertas! Aku berteriak-teriak. Naas, Calvin tak mendengar teriakanku. Suaraku teredam tas.

"Calvin! Jangan pakai itu! Pakai aku saja! Aku di sini!" jeritku.

Dokumen, laptop, dan tab kembali tertawa mengejekku. Kata mereka, percuma saja aku berteriak. Calvin takkan dengar.

Aku berteriak dan menangis. Cemburu sekali diri ini. Apa kurangku dibandingkan gelas kertas itu? Ia hanya gelas kertas sekali pakai. Tak berharga, habis pakai langsung buang. Beda banget dengan aku.

"Calvin jahat!" makiku.

Baru saja Calvin akan meninggalkan cafe, dia berpapasan dengan seorang pria berkursi roda di depan pintu. Pria itu bermata sipit. Dan...wanita cantik bermata biru yang mendorong kursi rodanya, jelas bukan Alea.

"Sivia? Jose?" desis Calvin setengah tak percaya.

Keduanya tak mempedulikan Calvin. Sibuk saling bicara dan saling tatap satu sama lain.

Detik itu juga, kemarahanku buyar. Calvin pastilah merasakan apa yang kurasakan. Kutahu ada luka bercampur cemburu di mata sipit beningnya.

Dengan hati galau, Calvin menaiki bis. Senja itu, bis tak terlalu penuh. Audioplayer di dalam bis memutarkan lagu sendu.

Jika memang diriku bukanlah

Menjadi pilihan hatimu

Mungkin sudah takdirnya

Kau dan aku takkan mesti bersatu

Harus s'lalu kau tau

'Ku mencintamu disepanjang waktuku

Harus s'lalu kau tau

Semua abadi untuk s'lamanya

Karena 'ku yakin cinta dalam hatiku

Hanya milikmu sampai akhir hidupku

Karena 'ku yakin disetiap hembus nafasku

Hanya dirimu satu yang s'lalu kurindu (Ungu-Aku Bukan Pilihan Hatimu).

Hatiku bergetar. Aku yakin, hati Calvin rontok mendengarnya. Itu lagu lama yang menyayat-nyayat hati.

Kurasakan Calvin sedang menyimpan tanya di sudut hati. Mengapa Jose tidak bersama Alea? Bukankah Sivia terlalu sibuk dengan urusan butik, modeling, dan project menulis skenario film? Mengapa dia masih sempat membawa Jose bepergian? Apakah karena Jose kini harus bergantung pada kursi roda?

Aku melihat Calvin menggigit bibirnya. Demi membunuh kegalauan, ia keluarkan tab. Ditulisnya sebuah artikel baru di blognya. Sesibuk apa pun, Calvin tak dapat menyembunyikan pedih hatinya dariku.

Diam-diam aku geram. Rasanya ingin kuhantamkan tubuh porselenku ke kepala Jose dan Sivia. Biar mereka sadar, perbuatan mereka telah membuat sepotong hati malaikat patah. Betapa bodohnya mereka.

**  

Malamnya, Calvin jatuh sakit. Tekanan batin yang begitu dalam mengisap daya tahannya. Tubuh tinggi semampai itu terbaring lemah di ranjang king size. Parasnya pias, seolah tak berdarah lagi.

Tapi...

Sepertiga akhir malam, Calvin menguatkan diri untuk bangun dan berdoa sesaat. Rutinitas sedikit bergeser. Dia mengisi tubuhku dengan teh hangat sesudah berdoa.

Calvin sendirian, sungguh sendirian. Ia mencium bibirku dalam sepi. Tidak tidak, ada aku yang selalu menemaninya.

Meja kecil di kamar tidur utama tak hanya terisi diriku yang cantik. Terdapat vas mungil berisi bunga lily dan anggrek Cattleya Sekotak tissue berdiri mengapit vas bunga. Kehadiran tubuhku yang seksi melengkapi mereka.

Kulihat Calvin mengambil beberapa helai tissue. Sakit ini membuat hidungnya mengalirkan cairan pekat. Aku kaget, menahan napas. Bukan, itu bukan ingus seperti yang kukira. Tetapi darah.

"Calvin, kamu kenapa?" tanyaku panik.

Ia tak mendengarku. Sibuk menyeka darah segar dari hidungnya.

Perasaanku tak enak. Sakitnya Calvin bukan penyakit biasa. Berkali-kali kulihat dia mimisan. Dari bisik-bisik percakapan Minah dengan supir di dapur, kutahu kalau Calvin pernah muntah darah. Namun pria yang terlambat menikah itu tak peduli pada kondisi tubuhnya.

"Calvin, awas! Ada darah lagi!" pekikku memberi peringatan.

Terlambat. Darah itu terminum bersama teh. Calvin terbatuk, lalu memuntahkan kembali teh bercampur darah. Cairan coklat-kemerahan terambur ke karpet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun