"Daag!" seru kembaranku, Rubicon, dan H-RV kompak.
Ucapan mereka hanya kubalas dengan senyuman. Aku berlari, secepat aku bisa.
Ruas-ruas jalanan tak terlampau macet. Mungkin karena jam berangkat ke kantor telah lewat. Calvin mengemudikanku dalam kecepatan sedang. Musik instrumentalia mengalun lembut. Ah, ini lagu kesukaanku. Mozart Hafner in d' Major, no. 35.
Lariku makin mulus setelah melewati exit tol. Aku beradu cepat dengan truk, mobil pick up pengangkut paket, dan sedan hitam. Makin percaya diri aku membawa Calvin. Aku janji padamu, Calvin. Aku janji akan membawamu sampai ke kantor dengan selamat.
Dua kilometer menjelang gerbang tol tujuan, iPhone Calvin berdering. Dia menghentikanku sejenak. Kulihat pria orientalis itu menggeser tombol hijau di trackpad.
"Halo, Alea?" sapanya.
"Calvin, kamu bisa jemput aku nggak? Aku harus ketemu klien di Imperial Resto, dan sekarang aku masih di kantor."
Aku mengenali suaranya. Suara mezosopran nan lembut itu milik Alea, sahabat Calvin dan Sivia. Alea masih terhitung saudara ipar karena dia menikah dengan sepupu Calvin.
"Bisa. Tapi...by the way, kenapa kamu nggak bawa mobil sendiri?" selidik Calvin.
"Ya ampun Calvin...mana pernah aku serajin itu? Minta tolong suamiku ya jelas nggak mungkin. Dari tadi aku order taksi online nggak dapet-dapet nih. Help me, please."
"I will. Wait..."