Darah adalah pelampiasan
Asinnya air mata kalah nikmat dibanding anyirnya darah
Lukaku, darahku, tiada yang lebih indah dari itu
Kulari dari derita dengan luka
Jose Gabriel Calvin yang tampan, yang selalu ingin tampil sempurna dan inspiratif di depan Bunda Alea, nyatanya menyimpan beban berkilo-kilo luka dalam dirinya. Luka yang ia buat sendiri dengan kesadaran penuh tanpa paksaan. Bukan ingin cari perhatian, bukan karena egoistis, hanya ingin melarikan diri dari kesepian dan kesedihan.
Bayangan Ayah Calvin berkelebatan. Ayah Calvin dengan kacamata Oakley dan jas hitamnya, membungkuk mencium kening sosok perempuan baya di peti mati.Â
Ayah Calvin yang meletakkan lilin putih, dupa, dan buah-buahan di altar sembahyang. Semakin jelas bayangan itu, semakin dalam Jose menghujamkan pecahan kaca ke tangan dan kakinya.
Satu tangannya yang belum terluka menarik rambutnya sendiri. Potongan artikel dan kesendirian membikinnya trigger. Jose tak lagi merasakan sakit.
Tangan dan kaki Jose berdarah. Tertatih ia melangkah ke kamar mandi full marmer di dalam kamarnya. Siku Jose menghantam bibir bathtub. Ia sendiri yang menghantamkannya.
Shower menyala. Air dingin mengucur deras. Bocah tampan yang menulis buku tentang traveling itu duduk memeluk lutut di bawah shower. Membiarkan air dingin menyerbu sekujur tubuhnya.
Sabun dan shampoo tak lagi penuh. Sebagian isinya telah ditumpahkan dengan sengaja. Kedua mata Jose terasa perih. Cara lain menyakiti diri yang lebih tinggi dosis kesakitannya.