"Makasih Ayah Calvin. Alia Cuma bawa ini dari rumah..." Alia mengacungkan sebotol air mineral.
Lembut dan sabar, Ayah Calvin menyuapi Alia. Anak itu masih kesulitan makan sendiri.
Jadi guru Sekolah Luar Biasa sama artinya jadi orang tua dan pengasuh. Guru-gurunya harus siap mengurus kebutuhan murid mereka. Sejak menerima tugas itu, Ayah Calvin tak keberatan melakukannya.
Selesai mengajar, Ayah Calvin bertemu staf guru. Mereka memuji perbuatannya.
"Pak direktur hebat. Udah ganteng, baik lagi." puji seorang guru wanita.
"Saya hanya berusaha memahami mereka..." balas Ayah Calvin rendah hati.
"Ah, kami nggak tahu gimana jadinya kalo nggak ada pak direktur. Kalau sekolah nggak rusak parah, kami juga nggak mau biarin siswa belajar bergantian pagi, siang, sore kayak gini."
Terjangan angin putting beliung merusak sekolah itu. Anak-anak harus rela belajar bergantian. Kelas satu, dua, dan tiga masuk pagi. Kelas empat dan lima emakai kelas di siang hari. Kelas enam kebagian belajar di sore hari.
"Saya bantu sebisanya. Pelan-pelan kita perbaiki sekolah ini..." Ayah Calvin berujar menenangkan.
Hati para guru terasa hangat. Mereka tak sendiri. Malaikat turun di Sekolah Luar Biasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H