"...Hanya kalian yang aku percaya."
Suara bass lembut dan empuk itu...suara Ayah Calvin. Pintu dibuka sedikit. Ayah Calvin duduk memunggungi pintu. Paman Revan dan Paman Adica di kanan-kirinya.
"Aku sudah melihat surat wasiatmu. Surat wasiat yang bagus sekali, Dahak. Sebagian besar kekayaanmu untuk Jose. Bagian lainnya untuk yayasan peduli kanker." komentar Paman Adica seraya membolak-balik sehelai surat.
Jose menahan napas. Ayahnya sudah bikin surat wasiat?
"Adica, maukah kau menjaga Jose? Bayangkan bila aku seperti pasien kanker stadium terminal di rumah sakit itu..." gumam Ayah Calvin lirih.
Paman Adica melotot kaget. Mata Paman Revan membola.
"Kau tak salah memilihku? Jose pasti menolak..."
Ayah Calvin menghela nafas berat. " Kau belum punya anak. Sebentar lagi kau juga akan menikah dengan Asyifa. Jadi, kalian bisa bersama-sama merawatnya."
Mendengar itu, Paman Adica menunduk menatap cincin di jari manisnya. Benar juga.
"Revan sudah punya Silvi. Aku ingin Jose dirawat dengan maksimal."
"Aku bisa merawat Jose dan Silvi tanpa pilih kasih!" sela Paman Revan bersemangat.