Apanya yang dibagi-bagi? Jose merengut. Urusan kantor, Ayah Calvin bisa menyerahkannya pada tangan kanannya. Kan Ayah yang punya kantor. Begitu juga yayasan. Opa dan Oma sudah meninggal. Seumur hidupnya, Ayah Calvin tak punya kakak dan adik yang harus diurus. Lalu, apa lagi?
"Lagi-lagi kau bicara begitu, Dahak. Janganlah..." kata Paman Adica habis sabar. Sukses membuatnya dihadiahi sikutan Paman Revan.
Dokter Tian tersenyum. "Aku tak keberatan mengurus anak lagi. Bunga dan Lisa pasti senang punya adik."
"Tidak, tidak. Cukup Bunga dan Lisa saja." tolak Ayah Calvin halus.
Paman Revan dan Paman Adica meggelengkan kepala. Mereka tak suka dengan pembicaraan ini. Seakan ada energi keputusasaan, ada untaian harapan yang putus.
Putus asa, Jose mengobrak-abrik meja kerja. Membalikkan buku-buku, membuka map, merobek lipatan kertas, dan membuka kain pelapis printer. Seakan berharap menemukan Ayah Calvin bersembunyi di baliknya. Saat itulah sebuah botol putih meluncur jatuh.
"Obat?" Jose bertanya-tanya, menimangnya.
"Ini kan obatnya Ayah..."
Hati Jose terasa peddih. Selalu begitu, tiap kali dia melihat obat milik sang ayah. Ayah Calvin yang harus minum obat setiap hari. Entah kapan sembuhnya. Kalau boleh, Jose mau menggantikan Ayah Calvin. Biar saja sakit itu pindah ke tubuhnya. Biar saja dia yang harus minum obat-obat itu. Asalkan Ayah Calvin sehat kembali.
Pelan-pelan Jose berjalan ke ruang musik. Duduk di depan kursi piano, ia mulai memainkan benda hitam-putih itu.
Telah lama sendiri