"Seandainya saya yang meminta...?" Sengaja Ayah Calvin menggantung kalimatnya.
"Well...mungkin iya."
Iya apa? Ambigu sekali. Tapi Ayah Calvin tak memaksa. Ditatapnya wajah mulus Bunda Calisa. Seraut wajah perpaduan Indonesia-Eropa yang menggetarkan hatinya belasan tahun lalu.
"Oh ya, saya sangat appreciated dengan kebijakan pak direktur. Meliburkan sekolah selama beberapa hari di awal bulan mulia. Itu artinya, quality time dengan keluarga. Sedikit kebersamaan tanpa perlu memikirkan PR." Bunda Calisa bergumam kagum. Disambuti senyum lembut Ayah Calvin.
Terselip perasaan dihargai. Tercipta perasaan diinginkan. Hati Ayah Calvin terasa hangat.
Hari-hari Ayah Calvin yang semula sepi, kini berseri. Hadirnya seorang wanita cantik nan lembut memberi warna tersendiri. Bagaimana pun, Ayah Calvin sama seperti pria-pria biasa. Butuh kehangatan wanita, butuh kasih sayang, butuh sandaran, dan butuh tempat untuk pulang. Ia memang cukup bahagia dengan Jose. Tapi, seperti ada yang timpang dalam mengarungi hidup.
"Calisa, kamu tahu kenapa Jose mendekatkan kita?" tanya Ayah Calvin.
"Tidak. Kenapa memangnya?" tanya Bunda Calisa balik.
"Itu karena...Jose ingin punya Bunda."
Tepat setelah kalimatnya selesai, Ayah Calvin merasakan sakit luar biasa. Tulang-tulangnya seakan terbelah. Darah berdesir cepat di kedua kakinya. Dadanya disesaki beban berat.
"Pak direktur...anda tidak apa-apa?" desah Bunda Calisa cemas.