"Abis...sejak ada Calvin, Abi jadi lupa padaku."
"Kamu yang lupa padanya," Tuan Effendi menimpali, nadanya dingin.
Adica mengerutkan dahi. Tuan Effendi kembali bersuara.
"Gegara kamu tak punya waktu, Assegaf mencari caregiver. Dan datanglah Calvin."
"Jadi, Om Effendi mau menyalahkanku?"
Suasana memanas. Revan dan Dokter Tian menengahi. Belum sempat adu argumen itu reda, telepon berdering. Adica yang duduk paling dekat meja telepon, mengangkatnya.
Semenit. Tiga menit. Lima menit, pesawat telepon di tangannya jatuh bergemeretak. Tiga pasang mata memandangnya waswas. Adica bernafas cepat, wajahnya pias, dari matanya terhambur kristal bening.
"Ummi...!"
** Â Â Â
Malam bahagia itu rusak seketika. Semua yang bahagia lesap. Tergantikan hantaman kesedihan yang menghebat.
Koridor rumah sakit gaduh. Derit kursi roda, derak brankar, suara-suara bernada panik, dan teriakan kedukaan menggema. Pasien lain terganggu? Who care?