Sunyi sesaat. Calvin membuka buku, lalu mulai membacakannya. Rutinitas biasa setelah membantu minum obat.
Belum lewat sepuluh menit, rutinitas itu disela kedatangan Adeline. Wanita cantik itu datang dengan banyak bawaan. Tiga parsel buah, dua karangan bunga, beberapa kotak bakery, empat kotak susu, satu pak tissue meja, dan dua kaleng biskuit. Tanpa diminta, Calvin membantu Adeline menaruh barang-barangnya di meja.
"Assalamualaikum, Assegaf." sapanya halus.
"Waalaikumsalam." sahut Abi Assegaf pelan. Ia masih sulit percaya, mantan istrinya beralih menjadi umat Muhammad.
"Aku mencium wangi bunga. Kamukah yang membawanya, Adeline?"
"Iya. Kesegaran bunga baik untuk orang sakit."
Calvin minta permisi. Ia ingin memberi privasi. Saat hampir menutup pintu, masih didengarnya perkataan Abi Assegaf.
"Kau tak punya banyak waktu..."
Orang sibuk mana pun yang mendengarnya akan tertohok. Waktu adalah uang, waktu adalah cinta. Waktu adalah kasih. Tanpa waktu, tak ada kesempatan mengasihi.
Sejenak ia berjalan-jalan di koridor. Melemaskan kaki, menyapa paramedis yang lewat. Hingga ia tersadar. Sepasang mata biru menatapinya penuh perhatian. Mata biru itu pasti milik...
"Revan!"