Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Langit Seputih Mutiara] Al Quran Merangkul Parrita

28 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 28 Januari 2019   06:01 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba saatnya sesi cerita inspiratif. Abi Assegaf membacakannya dengan lembut tetapi penuh kekuatan. Sebuah cerita inspiratif yang membawa pesan untuk tidak takut gagal. Tepat ketika ia selesai...

"Abi!"

Dari pintu studio yang terbuka, Syifa berlari masuk. Lengannya terentang. Abi Assegaf bangkit dari kursi siaran, lalu memeluk putrinya. Syifa lembut membelai-belai punggung Abi Assegaf.

"Syifa mau temenin Abi siaran. Kenapa Abi nggak bilang-bilang sih?" Nadanya setengah memprotes.

"Maaf, Sayang. Tadi kan Syifa belum bangun waktu Abi pergi." Abi Assegaf meminta maaf. Syifa menggembungkan pipinya.

Sejurus kemudian, gadis bergaun soft pink itu menjatuhkan diri di kursi. Ia tatap lekat-lekat wajah Abinya. Tak ingin melewatkan saat indah quality time berdua. Abi Assegaf dan Syifa mengobrol banyak hal di sela jeda break. Sesekali tersenyum dan tertawa. Syifa tak lupa memotret dan mengunggah momen kebersamaan dengan sang ayah idaman di akun Instagramnya. Refleks mengundang komentar kagum bercampur iri dari followers. Adica bahkan ikut berkomentar.

"Mau bikin aku iri lagi nih?"

"Abi...Abi, lihat. Ini komentar Adica." kata Syifa, menyodorkan iPhonenya.

"Begitulah Adica. Sebentar ya, Sayang. Abi naik siaran dulu..."

Sesi laporan terkini. Abi Assegaf bicara dengan reporter yang meliput perayaan hari itu. Syifa tak puas-puas memperhatikan Abinya dari manik mata. Ia bahagia bisa memiliki waktu berdua dengan sang ayah. Bukan berarti enggan berbagi, hanya saja Syifa lebih menyukai saat-saat private seperti ini.

Bunda Rika masuk studio bersama beberapa penyiar. Mereka memeluk Syifa hangat. Menyapanya, memujinya cantik, dan mencubiti pipinya. Begitulah sambutan mereka tiap kali Syifa datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun