"Kenapa, Sayang?"
"Abi, Syifa nggak suka kalau ada yang manfaatin kekuasaan Abi."
Kedua alis Abi Assegaf terangkat. Pandangan bertanya ia lemparkan. Menghela nafas panjang, Syifa menceritakan kelakuan teman-temannya. Abi Assegaf mengangguk paham. Arlita tersenyum simpul.
"Jangan dipikirkan." respon Arlita singkat.
"Teman-temanmu masih mendewakan hidup instan."
Hidup instan? Istilah menggelikan. Tak ada hal instan yang berakhir baik. Hidup adalah serangkaian proses.
"Syifa Sayang, Abi senang kalau kamu tidak memanfaatkan kekuasaan. Pelajaran buat teman-temanmu untuk menghargai proses. Cobalah lebih lembut pada mereka." ujar Abi Assegaf lembut.
Tertegun Syifa mendengarnya. Ruang introspeksi diri terbuka perlahan. Benarkah ia terlalu kasar? Ya, Allah, maafkan Syifa, bisik hati kecilnya.
"Kamu sendiri tidak memikirkan tempat magang, Syifa?" Arlita mengalihkan pembicaraan.
"Ah entahlah, Ummi. Tidak wajib juga kok. Hanya opsional saja. Dari pada buang waktu buat magang, mendingan Syifa fokus sama tugas-tugas duta mahasiswa dan tambah portofolio publikasi artikel ilmiah."
Sesaat Abi Assegaf dan Arlita berpandangan. Putri mereka mengutamakan keseimbangan. Prestasi akademik yes, prestasi pageants yes. Jarang sekali ada tipe mahasiswa seperti itu. Smart, brilian, dan good looking.