Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Langit Seputih Mutiara] Harmoni Cinta

6 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 6 Januari 2019   07:50 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan lembut, Calvin membersihkan tubuh si jenazah. Membersihkan mulut dan hidungnya, mewudlukannya, dan membasuh kepalanya dengan sabun. Pelan-pelan ia menyisir rambut pendek gelap milik si cleaning service malang, lalu merapikannya.

Mereka bekerja dalam diam. Sekali-dua kali Calvin melempar pandang rindu ke arah adiknya. Baru kali ini ia berdua saja dengan sang adik. Rasa rindu bercampur kasih sayang mengaliri hati.

"Adica, kau tahu...aku sangat menyayangimu." kata Calvin, lembut dan tulus.

Adica tersenyum sinis. "Memangnya aku peduli?"

"Aku akan selalu peduli padamu. Meski kamu sebaliknya."

Selesai memandikan, keduanya mengafani jenazah itu. Saatnya dishalatkan. Ini tugas Abi Assegaf: mengimami shalat jenazah.

Jenazah dibawa ke mushala Refrain. Baris demi baris saf berjajar rapi. Calvin berdiri paling depan, tepat di samping kiri Abi Assegaf. Posisi berdirinya membakar kecemburuan Adica. Ia terpaksa di saf kedua, karena tak kebagian tempat di baris pertama. Deddy di samping kanan Abi Assegaf, Sasmita di sebelahnya.

Shalat jenazah berlangsung khusyuk. Puluhan jiwa yang masih hidup mendoakan yang mati. Mereka dipertemukan dalam kesedihan. Sedih, sedih karena deraan kehilangan.

Mereka berkumpul di sini, bersama mendoakan jiwa yang pergi ke pangkuan Rabbnya. Sebelumnya, jarang sekali mereka berkumpul lengkap di satu ruangan. Kematian mempersatukan mereka.

Sosok-sosok cantik dan tampan berpakaian hitam itu berdiri berjajar dalam kedukaan. Wajah-wajah menyiratkan kesedihan. Hikmah dari peristiwa duka pagi ini, mereka bisa bertemu Abi Assegaf. Pertemuan langka dan berharga sejak pria itu tak lagi sempurna.

Rindu tertebus dalam duka. Walau berbalut kesedihan, mereka tetap mensyukuri jalinan kebersamaan. Menyadari betapa berharganya waktu yang ada. Esok belum tentu mereka dapat bertemu seperti sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun