Tawaran teman-temannya sama sekali tak masuk list yang menarik. Tetap saja ia bosan. Tetap saja ia menginginkan yang satu itu.
"Kenapa sih kamu kangen masakan rumahan? Apa istimewanya?"
"Lebih sehat. Kita nggak perlu khawatir kebersihannya, karena dibuat di rumah kita sendiri. Pastinya lebih enak karena dibuat dengan cinta."
Jawaban klise, begitu kata mereka sambil tertawa. Si putri kampus tak peduli. Walau begitu, alasan untuk rindu masakan rumahan benar adanya.
"Asyifa Assegaf, kami nggak habis pikir deh. Coba lihat ke barisan belakang."
Salah seorang teman menunjuk barisan bangku belakang. Syifa melirik sekilas, enggan menatap lama-lama.
"Isinya orang-orang yang bully kamu. Mereka iri karena kamu punya segalanya. Sedangkan mereka? Cuma pembuat masalah. Mereka pengen punya lifestyle kayak kamu. Nah ini, tiba-tiba kamu jadi kepikiran meniru salah satu gaya hidup mereka."
Nothing compares, pikir gadis itu. Mengapa harus membandingkan? Saat ini dia tak ingin lelah memperdebatkan soal iri dan gaya hidup.
Keasyikan mengobrol membuat waktu tak terasa. Perkuliahan kedua selesai. Bertepatan dengan lunch time. Syifa tergesa bangkit, lalu meninggalkan kelas. Ia berjalan ke taman.
Di taman, ia membuka tasnya. Betapa herannya ia melihat lunchbox tergeletak nyaman di dasar tas. Kotak putih itu terasa berat dan hangat. Wangi khas bento membelai hidungnya, begitu menggoda.
Siapa yang meletakkan bento ini? Hatinya bertanya-tanya. Bukankah tadi pagi dia tak sempat meminta apa pun dari para pelayan?