Setelah melempar tatapan meremehkan, Deddy berjalan pergi. Gabriel menutup pintu dengan masygul. Abi Assegaf menepuk-nepuk punggungnya dengan sikap fatherly. Lembut memintanya tidak usah memikirkan perlakuan Deddy.
"Sepertinya Tuan Deddy marah pada saya."
"Tidak, tidak. Dia hanya terlalu protektif pada saya dan keluarga."
Si perawat misterius mendesah. Mulai memikirkan cara untuk menghapus amarah Deddy.
Besok paginya, Gabriel datang dua jam lebih awal. Tahu Deddy menginap di rumah mewah tepi pantai selama seminggu, ia memasakkan makanan favoritnya: nasi Hainam. Gabriel perawat serba bisa. Mengoperasikan alat-alat kesehatan, dia ahlinya. Membujuk orang lain minum obat dan kemoterapi, ia paling sabar. Memasak, hasil masakannya lebih lezat dibandingkan enam pelayan di dapur besar.
"Ajari kami memasak seenak ini." pinta mereka.
Si perawat hanya tersenyum. Mulai plating. Menata makanan dengan cantik. Ditingkahi tatapan kagum enam pasang mata.
Lezatnya nasi Hainam buatan Gabriel sedikit mengurangi ketidaksukaan pria orientalis itu. Hati Gabriel dialiri kelegaan. Satu kebaikan dapat melembutkan hati.
** Â Â
"Assegaf Sayang, hidungmu berdarah."
Benar saja. Hidung Abi Assegaf mengeluarkan darah segar. Beberapa tetesnya menodai jas putihnya. Arlita cemas, cemas luar biasa.