Ia menggeleng. Buru-buru minta permisi, lalu naik eskalator. Detik itulah Abi Assegaf melihat kalung salibnya. Ia terenyak. Wanita itu mirip sekali Arlita.
"Arlita..." desah Abi Assegaf. Sejenak bersandar ke dinding dengan letih.
"Mengapa hari ini Abi banyak bertemu hal-hal yang mengingatkan pada sakitnya perbedaan di masa lalu?"
Mungkin Allah sedang mengujinya. Kristal-kristal bening terjatuh dari pelupuk mata Abi Assegaf. Kesedihannya tak tertahan lagi.
Calvin mencoba memberi penghiburan. Pada saat bersamaan, terjadi sesuatu di luar prediksi. Adica datang menyusul ke mall eksklusif itu. Mendapati Abi Assegaf bersedih, pikiran negatif mendorongnya berbuat nekat.
"Apa yang telah kaulakukan pada ayahku, Calvin Wan?!"
Plak!
Sekuat tenaga ia menampar pipi kakaknya sendiri. Calvin tersungkur ke lantai, hidung dan bibirnya berdarah.
"Adica anakku, janfgan lukai dia. Abi sedih bukan karena Calvin." tegur Abi Assegaf, mencengkeram erat pergelangan tangan putranya.
"Tidak! Pasti Abi menyembunyikan sesuatu! Dia berbuat apa sampai Abi sedih begini?"
Perlahan Calvin bangkit dari lantai. Disekanya sisa darah.