"Dimana Sasmita?" tanya pria pemendam cinta Arlita itu setelah meminum obat.
"Masih tidur. Semalam dia mabuk lagi. Tapi anehnya, tadi dia masih bisa shalat Subuh. Absurd tuh sahabat kita." Deddy tertawa hambar.
"Semoga Allah memberinya petunjuk."
Deddy mengangkat bahu. Sulit memberikan petunjuk buat orang keras kepala. Orang yang keliru menjalankan agamanya. Di satu waktu, ia mabuk. Namun, setelahnya masih bisa shalat dengan khusyuk.
"Aku harus pergi. Sebentar lagi puja bakti. Aku juga mengajar Sekolah Minggu Buddhis, kan? Buset, parah anak-anak bandel itu. Susah diajarin agama."
Sejurus kemudian, ia bangkit. Menepuk pundak sahabat Muslimnya, lalu pergi. Pergi, seperti Arlita.
Alasan kedua yang membuat ia makin benci Hari Minggu. Di Hari Minggu, sahabat dan gadisnya tak ada. Di Hari Minggu, jurang perbedaan dengan sahabat dan gadisnya melebar.
Perbedaan keyakinan layaknya dua sisi mata pisau. Di satu sisi, indah dan penuh cinta. Di sisi lain, sangat menyakitkan. Mereka selalu bersama, tapi tak bisa bersatu. Kecuali ada salah satu yang harus mengalah.
Percayalah, Zaki Assegaf sangat menyayangi Deddy dan Arlita. Dia menginginkan Deddy dan Arlita bersamanya di dunia-akhirat. Tapi, mungkinkah...?
** Â Â Â
"Deddy...Arlita."