Lama ia tenggelam dalam kesedihan. Perbedaan itu, indah dan menyakitkan.
Pria itu menumpuk rasa cintanya di dalam hati. Simpanan rasa cinta ia investasikan dalam bentuk doa pada Illahi. Amat berharap investasi doanya menuai keuntungan besar berupa jatuhnya Arlita ke dalam pelukan. Bukankah mendapat cinta sejati adalah keuntungan tak ternilai?
Dusta besar bila ada yang mengatakan pria ini tidak pernah memperjuangkan Arlita. Dia perjuangkan Arlita lewat doa. Doa di tiap sujud, doa di kala hujan, doa tiap kali shalat fardu, dan doa-doa intens di sepertiga malam. Nama Arlita tak pernah terhapus dalam doa-doanya.
Di tengah kesedihan, pria itu menangkupkan tangan. Kembali ia berdoa. Mendoakan hidayah untuk Arlita. Tak mungkin ia menikah beda agama dengan gadis itu. Terlalu besar risikonya.
"Ya, Allah, berikan dia untukku. Aku sangat mencintai Arlita..." doa pria itu lirih.
Kedatangan Deddy menghentikan doanya. Bukan lantaran tak khusyuk, melainkan hanya ingin menghargai sahabatnya.
Deddy masuk studio. Satu tangannya menenteng bungkusan putih berisi botol obat. Dilemparkannya botol obat itu ke pangkuan sahabat Timur Tengahnya.
"Tadi ketinggalan di mobil," katanya singkat.
"Terima kasih, Deddy." Pria itu tersenyum, pelan membuka tutup botol.
"Minum obatmu. Kamu kan sering sakit. Beda sama aku dan Sasmita."
Di balik kata-kata pedasnya, Deddy sangat perhatian. Persahabatan tiga pendiri Refrain cukup terkenal. Persahabatan beda etnis, sifat, dan riwayat kesehatan. Banyak perbedaan di antara mereka bertiga. Namun, persahabatan mereka begitu erat.