"Tidak ada apa-apa, Abi. Adica itu anakku, wajar bila aku menunjukkan rasa sayangku padanya." bantah Abi Assegaf halus.
Kerutan dalam terbentuk di atas alis Jadd Hamid. Tangan Adica terkepal erat di pangkuannya. Pastilah staf-staf perempuan itu yang mengadu. Ketulusan dalam dunia kerja sering kali disalahartikan.
"Abi, menurut Arlita tidak ada yang salah. Anak dan ayah di satu kantor yang sama, lalu saling..."
"Diam! Aku tak meminta pendapatmu! Lagi pula, Adica bukan anak kandung Zaki!"
Luar biasa. Kurang dari satu jam, Jadd Hamid telah melukai dua hati.
Kristal-kristal bening berjatuhan membasahi pipi Arlita. Melihat itu, Adica dan Abi Assegaf terenyak. Jadd Hamid kelewatan.
"Abi, sebenarnya mau apa Abi datang ke sini? Bukakah selama ini Abi tidak pernah peduli pada Refrain? Tak peduli juga pada Zaki...?" lirih Abi Assegaf.
"Jangan harap aku akan peduli pada anak yang telah mengecewakanku." sahut Jadd Hamid dingin.
Luka lama kembali terbuka. Abi Assegaf merasa dirinya kembali menjadi anak yang ditinggalkan, diabaikan, dan kehilangan perhatian. Semuanya berubah sejak Tamara Shihab-ibu kandungnya-meninggal dunia.
"Aku sudah berusaha yang terbaik, Abi. Aku menjalankan bisnis Assegaf Group sebaik-baiknya. Mata Abi belum terbuka untuk melihatnya..."
"Bagiku, kau tetap anak yang mengecewakan. Kau bukan anak yang kuharapkan, Zaki."