"Aku cinta Zaki Assegaf."
Tes.
Setetes darah terjatuh dari hidung Assegaf. Refleks Arlita mengeratkan pelukan. Lembut tangannya mengusap noda-noda darah. Ada luka di mata itu. Mata pria yang sangat membutuhkannya. Assegaf butuh Arlita, sangat membutuhkannya.
Ruang pemahaman membuka di hati. Arlita memahami, Assegaf sangat memerlukannya. Assegaf hanya menunjukkan sisi rapuhnya pada Arlita. Di depan semua orang, dia bisa terlihat baik-baik saja. Namun, tidak di depan wanita cantik Indo-Jerman ini.
** Â Â Â
Larut malam, Arlita pulang ke rumahnya. Rumah besar bergaya Skandinavia itu kosong. Mama-Papanya ada perjalanan bisnis ke Singapore. Praktis, rumah dua lantai itu hanya ditempatinya bersama dua orang asisten rumah tangga.
Baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu, ia dikagetkan oleh sosok Deddy yang terlelap di sofa. Dibangunkannya rekan sesama penyiar itu. Deddy terbangun kaget.
"Bagus ya, kamu baru pulang jam segini. Aku menunggumu dari tadi." Deddy bergumam mengantuk, bersiap tidur lagi.
"No no! Kalau mau tidur lagi, jangan di sofa! Aku tuan rumah yang jahat kalau membiarkan tamuku sakit punggung karena kebanyakan tidur di tempat yang tidak layak untuk tidur!"
Deddy kembali membuka mata. Ia menegakkan posisi duduknya. Arlita terburu-buru membuatkan teh. Tak tega membangunkan asisten rumah tangganya.
"Aku menemani Zaki sampai dia tidur," Arlita menjelaskan tanpa ditanya.