Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Langit Seputih Mutiara] Babi-babi Berlarian di Atas Kaligrafi

15 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 15 Desember 2018   07:40 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kediaman utama sangat mewah. Beberapa bangunan besar menjulang angkuh dilatarbelakangi pemandangan bukit. Eits, jangan salah. Ini bukanlah rumah masa kecil Syifa. Asyifa Assegaf belum lahir saat itu.

Rumah yang paling besar didominasi warna putih. Bangunan tiga lantai berhalaman luas dan ditumbuhi beberapa pohon. Ada pula rumah pohonnya. Dari halaman depan berumput hijau, terlihat garasi luas dengan enam mobil mewah terparkir di dalamnya.

Saat Arlita masuk ke dalam, ia disambut foyer penuh perabotan klasik. Hiasan ayat suci Al-quran terpajang di dinding. Arlita menatap lampu kristal keemasan yang memancarkan cahaya lembut. Sebentuk grand piano cantik berdiri di seberang ruangan. Dua buah kursi diletakkan di depan piano.

"Assegaf?" panggil Arlita, pelan dan hati-hati.

Pria muda tampan berjas dark blue di kursi piano membalikkan tubuh. Tersenyum tipis melihat sosok cantik Arlita dalam balutan dress putih. Ia bangkit, lalu memeluk pinggang Arlita.

"Sudah berkurang sakitnya? Kenapa kamu malah duduk di sini, bukannya istirahat?" kecam Arlita pelan. Memajukan bibirnya, membuat Zaki Assegaf tersenyum rindu. Lama tak ia lihat ekspresi menggemaskan itu.

"Penyakitku menunjukkan toleransinya hari ini, Arlita."

Arlita dan Assegaf saling tatap. Menyalurkan cinta ke kedalaman hati.

"Aku takut kondisimu bertambah parah, Assegaf." Arlita mengungkap kecemasannya.

"Jangan berpikiran begitu. Semuanya akan baik-baik saja."

Hening sejenak. Arlita menyandarkan kepalanya ke dada Assegaf. Pria Arab-Indonesia itu menanyai Arlita tentang apa yang dilakukannya hari ini. Dengan senyum puas, Arlita bercerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun