Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Langit Seputih Mutiara" Penjaga Pesan Malaikat

14 November 2018   06:00 Diperbarui: 14 November 2018   06:08 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untaian tipis kabut perlahan menghilang. Awan-awan memecah, memperlihatkan kilasan langit seputih mutiara. Tak nampak pelangi. Tetes hujan pertama tahun itu baru saja reda.

Dalam keremangan kabut yang melenyap sedikit demi sedikit, Abi Assegaf berdiri di balkon tinggi. Tak memedulikan dinginnya udara. Bisa menikmati tetes hujan setelah berbulan-bulan saja sudah menjadi kesyukuran.

"Aku bersyukur, Pa. Adica bahagia saja aku sudah mensyukurinya." kata Calvin tenang.

Tuan Effendi mengepalkan tangan. Sisa kopi hangat di gelasnya belum tandas.

"Papa tidak sebaik kamu! Apa pun akan Papa lakukan untuk merebut anak Papa dari tangan Pak Assegaf!" geram pria itu. Wajahnya yang biasa santun menyenangkan dihiasi amarah.

Amarah? Tidak, tak ada amarah dalam hati Abi Assegaf. Ia menerima takdir hidupnya dengan penuh kepasrahan. Bila kanker paru-paru adalah ujian tanda cinta Allah padanya, untuk apa marah?

Sepasang tangan memeluknya dari belakang. Wangi citrus menyapa lembut indera penciuman. Abi Assegaf membalikkan tubuh. Senyum indah Arlita, hal pertama yang ditangkap netranya.

"Assegaf Sayang, ayo balik ke kamar. Udara dingin tak baik untukmu."

"Untukmu...apa yang tidak, my Dear Calvin?" desah Tuan Effendi seraya melipat koran paginya.

Calvin tersenyum, berterima kasih, lalu bangkit dari kursi rodanya. Dia tak butuh benda itu. Tertatih dilangkahkannya kaki ke garasi. Sesaat kemudian, terdengar deru mobil meninggalkan rumah mewah lereng bukit.

Rumah mewah tepi pantai itu dipenuhi alunan biola. Adica memainkan biolanya. Syifa, Arlita, dan Abi Assegaf bernyanyi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun