Resah terbaca jelas di matanya. Pria berlesung pipi itu menekapkan tangan ke dada, menahan rasa dingin. Cepat Deddy meraih remote AC. Mengatur suhu ruang siaran. Dia tahu pasti kondisi teman lamanya.
"Sepertinya kamu kurang sehat pagi ini, Assegaf." Deddy angkat bicara, menatap lekat wajah Abi Assegaf.
Aku sehat, bisik hati kecilnya berulang-ulang. Calvin menarikan jemarinya di atas keyboard. Sugesti itu terus ia bisikkan ke dalam pikiran. Setidaknya, ia harus tetap sehat sampai nanti malam.
"Apa nanti malam kau serius akan..."
"Deddy, aku serius. Aku takut kehilangan Adica. Akan kulakukan apa pun untuk melindunginya."
Perkataan Abi Assegaf begitu mantap. Tak nampak setitik pun keraguan. Meski begitu, Deddy menangkap sesuatu yang ganjil. Namun ia tak mengatakannya.
Durasi siaran dimulai. Abi Assegaf membawakan opening sesion sama bagusnya seperti biasa. Tak ada yang berubah walau tubuh dan pikiran dikacaukan oleh sesuatu.
Sesuatu yang paling tak diinginkan Tuan Effendi hadir juga. Sebentuk kartu undangan berwarna biru-keemasan ia robek. Amarah menggelegak, mengaduk perasaan. Nyonya Rose memeluknya, berbisik menenangkan.
"Aku benci Zaki Assegaf! Beraninya dia membuat gala dinner dengan tujuan memperkenalkan anggota keluarga baru!" teriak Tuan Effendi.
"Sssttt...tenanglah, Effendi. Ini rumah sakit...kau mau diprotes pasien lainnya?"
"Aku tak peduli! Rose, kita harus mencegahnya!"