** Â Â Â
Abi Assegaf setengah berlari memasuki ruang tamu berbentuk oval lengkap dengan perabotan mewah. Pria itu lupa melepas sepatunya saat menginjak karpet tebal. Seorang asisten rumah tangga yang tengah membersihkan lukisan-lukisan mahal dikagetkan dengan kedatangan tuannya.
"Dimana Adica?" tanya Abi Assegaf cepat.
"Di balkon, Tuan."
Tanpa kata lagi, Abi Assegaf naik ke balkon. Didapatinya pemuda tampan itu tertidur di sofa hitam berbentuk dadu. Adica tertidur sambil memeluk biola.
"Adica anakku...bangun, Sayang. Abi temani kamu ke makam Michael." Abi Assegaf lembut membangunkan.
Adica terbangun. Sadar dimana posisinya dan siapa yang membangunkan, ia minta maaf. Rupanya ia tertidur setelah jam minum obat. Abi Assegaf mengerti.
Dengan lembut, Abi Assegaf memapah Adica ke mobil. Anak lelakinya itu masih merasakan sakit. Biola itu pun dibawanya. Adica dan biola tak dapat dipisahkan, sama seperti Calvin dengan pianonya.
Mereka tiba di makam Michael Wirawan selang satu jam. Air disiramkan. Bunga-bunga ditaburkan. Adica dan Abi Assegaf berdoa dengan khusyuk. Bergetar hati Abi Assegaf ketika Adica membaca Yasin untuk Michael Wirawan.
Beruntungnya Michael Wirawan, pikir Abi Assegaf. Ia memiliki anak yang baik, tampan, pintar, berbakat, dan sayang pada orang tua. Tanpa bisa menahan diri, Abi Assegaf melontarkan tanya.
"Anakku, jika Abi meninggal, apa kau akan terus mendoakan Abi seperti kaudoakan Michael?"