Tuan Effendi membuang muka. Diam-diam Calvin menyesali sikap Papanya. Tak menyukai orang lain adalah hak. Namun, bukan tindakan bijak bila rasa itu diperlihatkan.
Tak lama, Abi Assegaf pamit. Dua kotak kue dan parsel buah-buahan yang tersusun cantik dia tinggalkan di atas meja.
Diiringi desahan tertahan, Tuan Effendi menjatuhkan diri ke sofa. Dibukanya parsel buah. Dikupasnya buah apel dan anggur.
"Aku mau apelnya, Pa." pinta Calvin.
Betapa herannya Calvin melihat sang Papa menggeleng. Ia malah memakan buah-buahan itu sendirian.
"Nanti Papa bawakan parsel buah yang lebih mahal untukmu. Kamu tidak boleh menyentuh apa pun pemberian Zaki Assegaf."
"Tapi kenapa, Pa?"
"My Dear Calvin, kamu sayang sama Papa, kan? Turutilah kalau begitu."
Sentimen sekali. Ini bukan Papanya. Tuan Effendi tak begitu.
"Pa, apa Papa pernah mengajarkan sikap sentimental padaku?"
Mendengar itu, Tuan Effendi tersedak potongan apelnya.