Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Tulang Rusuk Malaikat] Ayah Berhati Lembut itu Menangis

26 Oktober 2018   06:00 Diperbarui: 26 Oktober 2018   06:26 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Assegaf, lakukan sesuatu. Tegurlah dosen itu. Kau kan donatur terbesar di kampus Syifa."

"Sudah, Arlita. Tapi...kupikir percuma menegur satu orang. Diskriminasi di satu lembaga takkan selesai begitu saja setelah satu pelakunya ditegur. Arlita, diskriminasi itu seperti virus...virus yang merusak cinta kasih."

Terdengar helaan nafas Arlita. Diskriminasi memang menyedihkan. Korban diskriminasi adalah orang-orang teraniaya.

"Hmmm...sulit ya. Fine, satu-satunya jalan yang bisa kaulakukan hanyalah menguatkan anak itu."

Posisi duduk Abi Assegaf menegak. Tangan kirinya mencengkeram setir lebih erat. Ia dengarkan tiap kata. Kerutan di keningnya terurai perlahan.

"...Ayah yang baik harus kuat. Jika anaknya butuh tempat bersandar, saatnya ayah sejati berperan. Kuatkan dia, Assegaf. Kau pasti bisa. Sudah ya, aku shalat Isya dulu."

Klik. Video call berakhir. Abi Assegaf terenyak. Waktu masih Katolik, Arlita rajin mengikuti Misa harian, membaca Alkitab, dan berdoa Rosario. Kini setelah masuk Islam, mantan model dan penyiar itu tak pernah absen shalat lima waktu kecuali saat siklus kewanitaan datang. Ia juga intens bersedekah tiap minggu. Setengah tahun perjalanannya menjadi mualaf, Arlita menunaikan ibadah Haji. Bentuk konsistensi keislaman yang sempurna.

Jerit klakson dan raungan sirine merobek lamunan. Kemacetan sudah berakhir. Abi Assegaf tergeragap, buru-buru melajukan mobil. Tak sempat mobilnya menyentuh pasir pantai. Ia putar balik. Sebentuk gagasan terlintas di pikiran.

**    

Malam membubung. Koridor rumah sakit sesunyi mausoleum. Derap langkah sepatu terdengar begitu keras, seolah volume suara dinaikkan berkali-kali lipat seiring kesunyian yang menggulung rapat. Melewati ruangan demi ruangan, Abi Assegaf tiba di ruang VIP. Kepalan tangannya terangkat siap mengetuk pintu, akan tetapi...

"Mau apa Pak Assegaf ke sini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun