"Sekarang, minum obatnya ya? Pelan-pelan..." kata Revan lembut.
Pria tampan berambut pirang yang berulang kali mengalami kegagalan asmara itu membantu Calvin minum obat. Jika ada tes untuk keluarga pasien, orang tua warga difabel, dan pendamping surviver kanker, Revan pastilah peraih nilai tertinggi. Sabarnya luar biasa. Tak pernah mengeluh sedikit pun. Kesabaran dan kasih terpancar tulus di mata birunya.
Baru saja Calvin meminum obatnya, pintu ruang VIP berdebam terbuka. Tuan Effendi berlari masuk. Kancing jasnya berlepasan. Rambutnya berantakan. Dengan nafas terengah, ia mengerem larinya di depan ranjang Calvin dan berujar.
"My Dear Calvin, sudah ada titik terang siapa adikmu."
** Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H