Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Tulang Rusuk Malaikat] Sujud Cinta Para Malaikat

22 Oktober 2018   06:00 Diperbarui: 22 Oktober 2018   06:23 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghapus segala salahku

Selama nafas masih ada

Ku ingin untuk kembaliDi jalan cinta-Mu Ya Allah

Ampuni aku

Sayangi aku (AB Three-Sujudku).

Begitu panjang doa-doa Silvi. Syifa menangis dalam sujudnya. Adica terbayang semua kesalahannya di masa lalu, kepingan-kepingan kenangan manisnya bersama Michael Wirawan. Malaikat tampan bermata sipit memohon, terus memohon.

Syifa mendoakan kebahagiaan Abi-Umminya dan kesembuhan Adica. Tak pernah Silvi mendoakan diri sendiri. Hanya ada nama Revan, kedua orang tuanya-Johanis Tendean dan Ellen Mamahit-, juga nama Calvin di setiap doanya. Calvin menyebut keinginan bertemu adik kandungnya. Hanya ada tiga nama yang terselip dalam doa-doa Adica: Michael Wirawan, Abi Assegaf, dan Syifa.

Isak tangis memenuhi dua pintu ruang VIP. Walau pelan, walau tertahan, Allah Maha Mendengar. Orang-orang yang menangis di kamar-kamar VIP adalah sosok demi sosok rupawan berhati malaikat. Walau mereka terlahir berdarah campuran, namun kasih dan iman mereka sungguh murni. Meski sering kali mereka didiskriminasi karena disangka pemeluk agama lain, mereka tetap istiqamah mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Kendati mereka berempat menjalani hidup di atas stereotip dan prasangka, hati mereka tetap lembut mengasihi sebagai Muslim sejati.

Suara-suara di sekelilingnya membangunkan Abi Assegaf. Pria tampan berlesung pipi itu menggeliat, lalu terenyak. Ia tatapi dua sosok rupawan yang tengah shalat di kanan-kiri.

"Astaghfirullah..." desisnya.

Mereka yang masih muda saja teguh ibadahnya, bagaimana yang sudah tua? Terburu-buru Abi Assegaf mengambil air wudhu. Masih ada spasi cukup luas di ruang rawat ini. Abi Assegaf pun mendirikan Tahajud. Mengherankan, tiga orang bertahajud munfarid di ruangan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun