Dua pasang mata sipit beradu. Calvin luluh di bawah tatapan ibu kandungnya. Pelan, dia mengangguk. Senyum bahagia merekah di wajah cantik sang Mama.
"Alhamdulillah...terima kasih, Sayang. Mama janji, akan jadi yang pertama menontonnya begitu video clip itu rilis."
Tanpa perlu janji, Calvin percaya. Sesaat ia bimbang. Melihat raut bahagia di wajah Nyonya Rose, tak tega rasanya.
Calvin juga punya permintaan. Tapi, permintaannya tak sesederhana menjadi model video clip lagu religi. Ini permohonan yang kompleks, berkaitan erat dengan prinsip dan pilihan hati. Keraguan menyentak hati. Sulit sekali Mamanya meluluskan keinginan Calvin kali ini.
Masih diliputi rasa bahagia, Nyonya Rose mengalihkan topik. Ia menanyai Calvin tentang keseriusan rencana pernikahannya dengan Silvi. Jujur, Calvin tak punya jawaban.
"Kenapa ragu, Sayang?" desak Nyonya Rose lembut.
"Belum saatnya, Ma."
"Kenapa memangnya?"
Dengan wajah sedikit tertunduk, Calvin menjawab. "Sakit ginjalku..."
Deringan ponsel menyela perkataan. Wajah Nyonya Rose sontak berawan saat menyadari siapa peneleponnya.
"Iya ada apa, Effendi?"