"Hai, Ma." sapa Calvin hangat. Mengecup ringan pipi Nyonya Rose.
Wanita setengah baya yang tetap cantik itu membalas ciuman Calvin. Bonus memeluk putra tunggalnya. Mencium wangi khas Calvin: Blue Seduction Antonio Banderas.
"Mama kangen kamu, Sayang." ungkap Nyonya Rose.
"Aku juga. Sejak bercerai dari Papa, Mama jarang sekali datang ke rumah."
Tidak mengenakkan. Mengapa masalah perceraian harus dibahas di awal pertemuan? Buru-buru Nyonya Rose menghapus senyum pahitnya. Lalu memasang ekspresi ceria.
"Yang penting sekarang kita sudah ketemu. Gimana modelingnya, Calvin? Awal mengurus perusahaan? Blogmu? Lancar semua, kan?"
Dialog mengalir ringan. Ibu dan anak itu kembali larut dalam kebersamaan setelah berbulan-bulan tak bertemu. Kesan pertemuan secara langsung terasa lebih dalam dibandingkan pertemuan virtual. Lebih istimewa, lebih mendalam.
Bukan tanpa tujuan Calvin mendatangi rumah mungil berpagar kayu yang ditempati Mamanya. Malaikat tampan bermata sipit itu datang membawa damai. Terbersit keinginan di dalam hati untuk kembali menyatukan kepingan-kepingan puzzle keluarga.
Mungkin tak mudah. Namun, bukan berarti tak bisa. Calvin harus mencobanya pelan-pelan.
Setengah jam memperbincangkan banyak hal, Nyonya Rose menarik lengan Calvin ke ruang makan mungil. Letaknya bersebelahan dengan pantry. Binar bahagia terpancar di mata wanita itu saat menunjukkan nasi hainam yang dimasaknya. Spesial untuk putra semata wayang.
Jelas saja Calvin tak menyangka. Sang Mama masih ingat makanan favoritnya. Bahkan, mau repot-repot memasakkan itu untuknya. Bila tak ingin direpotkan, bisa saja jasa pesan antar jadi andalan. Namun, nyatanya, wanita yang melahirkannya itu mau juga berepot-repot.