Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nak, Pulanglah Saat Papa Masih Bernafas

5 Juni 2018   05:47 Diperbarui: 5 Juni 2018   08:23 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Albert tersenyum sinis. Dokter setengah bule blasteran Jawa-Jerman-Skotlandia itu mengangkat dagu dengan angkuh.

"Hanya ayah tiri. Sekarang aku sudah tahu siapa ayah kandungku. So..."

"Astaghfirullah al-azhim, laa haula wala quwata illa billah. Keterlaluan kamu, Al. Siapa yang menggendongmu dengan kedua tangannya waktu kamu masih bayi? Siapa yang menyelimutimu saat kamu demam tinggi selama berhari-hari? Siapa yang ditegur pihak rumah sakit karena terlalu lama absen demi menemani anaknya yang sedang Ujian Nasional? Siapa yang pertama kali mengajakmu umrah? Siapa yang memotivasimu menjadi dokter? Siapa yang menjadi pendamping wisudamu? Siapa yang membelikanmu rumah dan mobil sebagai hadiah kebanggaannya setelah kamu jadi dokter? Dokter Tian, bukan Mr. Roger Hartman!"

Hati tetap saja beku. Mata Albert seolah dibutakan ambisi mengejar karier. Telinganya ditulikan dari suara-suara yang mengingatkannya.

"Aku tidak akan pulang." ujarnya tetiba, dingin dan tegas.

"Aku kecewa padamu, Al. Kamu seorang dokter, tapi kamu tidak mau merawat ayahmu yang sedang sakit dan butuh kamu. Bagaimana mau menjadi dokter yang berdedikasi dan kredibel jika ayahnya sendiri ditelantarkan?"

Perkataan Calvin seperti pukulan besi di hati Albert. Sejurus kemudian, Calvin menyodorkan iPadnya. Laman blog pribadi Dokter Tian terbuka.

"Ini puisi-puisi yang ditulis Papamu. Tanda kesedihannya. Dokter Tian rindu kamu, Al. Sepertinya dia kena Empty Nest Sindrome. Jangan tertawa, kaupikir sindrom ini hanya bisa menyerang para ibu? Dalam kasusmu, ayahlah yang paling banyak berperan. Peran ibu tidak ada. Wajar Papamu kena sindrom itu. Pokoknya aku akan tetap di sini sampai kamu berubah pikiran. Sampai besok kamu tetap keras kepala, aku yang akan pulang ke rumahmu dan merawat Dokter Tian."

Sebuah keputusan berani. Albert tahu, sahabat Chinesenya takkan main-main dengan perkataannya. Ada kagum yang mengusik hati. Tak dapat diingkari, ia kagum pada Calvin. Kokohnya tembok gengsi menghalanginya mengungkap rasa.

"Mudah saja kamu begitu, Calvin. Aku ini dokter, tanggung jawabku besar. Sedangkan kamu? Punya puluhan gerai supermarket, ratusan karyawanmu akan membantu. Tinggal perintah ini-itu, beres."

"Beraninya kamu, Al. Tanggung jawabku juga besar. Tapi aku sadar skala prioritas. Sudah cukup aku kehilangan Mama-Papaku dan belum sempat berbakti pada mereka. Aku tak mau kehilangan lagi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun